Selasa, 02 Maret 2010

Trust Me



baca selanjutnya


Pagi hari Aku terbangun dengan gelisah. Mimpi itu datang kembali, mimpi saat begitu kejamnya mama membuangku. Tak ada yang bisa mengerti gimana rasanya dibuang oleh ibu kandung sendiri, tidak juga aku. Aku g tahu mengapa dia begitu kejam melakukan itu padaku.

Sekarang g akan ada lagi tangisan dan air mata, Aku g akan menangis lagi, Aku sudah terlalu capek untuk menangisi takdirku. Aku sudah mulai bahagia dengan kehidupanku sekarang ini

Kejadian itu berawal 18 tahun yang lalu saat papa dan mamaku masih berpacaran. Mereka terlalu saling mencintai sampai akhirnya lahirlah Aku. Aku g tahu bagaimana jelasnya semua ini terjadi, Aku hanya mendengar sekilas saat orang orang berbisik bisik dibelakangku, ada yang merasa kasihan padaku tapi tak sedikit pula mereka yang mencaci makiku hanya karena Aku anak haram. Aku baru tahu semuanya saat Ibu menceritakan sebagian padaku.

Lama Aku duduk di kasurku, memikirkan apa yang terjadi padaku selama 17 tahun ini, tapi Aku beruntung g semua yang buruk terjadi padaku, buktinya saja Aku punya Ibu, Ayah, Kak Ayu dan Kak Dhimas yang selalu sayang padaku. Aku juga punya Erika sahabatku yang tahu semua hal tentang Aku, juga ada Aldo yang setiap saat selalu memberikan cintanya untukku. Aku mulai tersenyum saat mengingat apa yang selama ini Aku dapatkan, memang g seharusnya aku menangis terus karena Tuhan telah memberi banyak hal hal yang indah padaku.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku kembali,
“Dinda?!!” Suara Ibu memanggiku dari luar
Seperti biasa Ibu selalu membangunkanku tiap pagi, Menyiapkan sarapan buat kami semua dan memberikan senyum indahnya pada kami
“Ya bu” jawabku dari dalam
Aku segera bergegas mengambil handukku dan menuju kamar mandi yang letaknya sebelah kamarku persis.

Aku harus memulai hidupku kembali dan berharap bisa membuat keluarga ini bahagia karena Aku, terutama Ibu. Karena aku g bisa apa pa tanpa Dia.

Saat telah selesai bersiap Aku turun kebawah dan ikut menyibukkan diri bersama Ibu menyiapkan makanan di meja makan. Satu per satu anggota keluarga mulai berdatangan dan duduk di kursi masing masing. Ayah duduk paling depan, lalu disebelah kanan ada Ibu dan di sebelah kiri ada Aku dan Kak Dhimas. Walaupun hanya makan seadanya tapi Aku senang berada di sini. Disela sela sarapan biasanya kami mengobrol, Kak Dhimas sering kali cerita tentang pacarnya, Kak Ayu juga kadang kadang sering datang untuk makan bersama seperti sekarang ini walau Ia sudah menikah. maklumlah dirumah ini dituntut sebuah kejujuran makanya Aku juga harus cerita tentang Aldo juga pada mereka.

Suara ketukan pintu luar terdengar saat kita sedang menyantap sarapan, Ibu segera mungkin berdiri untuk membukakan pintu
“Biar Aku aja yang buka, paling itu Aldo” Sergahku kepada Ibu, Ibu seraya tersenyum sambil duduk kembali dan menikmati sarapannya.

Aku berjalan menuju pintu depan dan benar dugaanku saat Aku membuka pintu ada Aldo di luar. Dengan senyum khasnya Ia menyayahu.
“Pagi Sayang” Sapanya dan hanya kubalas dengan senyum
“Masuk yuk, udah sarapan?”
“Udah tadi di rumah” jawabnya sambil duduk di kursi ruang tamu
“Bentar ya, Gue ambil tas dulu di dalam”
Aku meninggalkan Aldo sendirian d ruang tamu, tak lama setelah itu Kak Dhimas keluar menemui Aldo. Mereka cukup dekat untuk dianggap sebagai senior-junior. Kak Dhimas adalah senior Aldo di kampus. Mereka satu jurusan, Kak Dhimas angkatan 2006 sedangkan Aldo angkatan 2007. Mereka sering sekali ngobrol masalah kuliah di rumah kadang kalau terlalu asik Akunya deh yang dicuekin.

“Aldo g diajak sarapan dulu Din?” Tanya Ibu
“Dia udah makan kok Bu, Ya uda Aku berangkat dulu ya Bu, Yah”
Tak lupa Aku mencium tangan mereka dan berpamitan ke Kak Ayu. Kak Ayu 8 tahun lebih tua dari Aku, dulu dia juga berperan sebagai Ibu kedua di rumah ini sebelum akhirnya dia menikah, sifatnya yang suka ngatur g terkalahkan. Siapapun tak ada yang berani melawannya.

Aku berjalan menuju ruang tamu menemui Aldo. Aldo sedang asik ngobrol dengan Kak Dhimas sambil melihat isi laptop Kak Dhimas yang tertinggal di ruang tamu.
“Al, Berangkat yuk”
“Okey”
“Kak, Aku berangkat dulu ya”

Setiap hari Aldo selalu berusaha mengantar jemputku ke sekolah dengan mobilnya, maklumlah dia anak satu satunya dari keluarga kaya jadi apapun yang ia inginkan pasti dikabulkan oleh kedua orang tuanya. Tapi walaupun kaya Aldo sering sekali kesepian karena Papi dan maminya yang belum tentu 1 minggu sekali dapat Aldo temui. Papinya seorang Dokter, Beliau selalu pulang larut malam sedangkan Maminya seorang penguaha yang selalu sibuk kesana kemari,

“Din, kok diam sih dari tadi, g biasanya loe kayak gini, ada apa?” Sambil menoleh padaku Aldo bertanya, Entah perasaanku atau memang benar Aldo selalu tahu apa yang Aku rasakan. Dia juga selalu bisa menenangkanku walau hanya dengan seulas senyum darinya.
“G apa kok Al” jawabku sambil menoleh kearah yang berlawanan dengan wajah Aldo, berusaha menyembunyikan perasaanku darinya. Aku g ingin dia khawatir tentang Aku, sudah terlalu sering Aku membuatnya khawatir.
“Beneran g apa apa?”
“Iya.. gue cuma lagi ada ‘masalah cewek’ aja kok, g lebih” jawabku dengan memiih alasan ‘masalah cewek’ agar dia berhenti bertanya, dan benar dugaan ku Aldo g bertanya lagi.

Sesampainya di sekolah Aku langsung turun dari mobil Aldo dan berjalan menuju kelas. Seperti biasa pandangan orang orang sudah sangat buruk mengenai Aku, mereka melihatku bagaikan melihat sampah hanya karena ada yang menyebar gosip bahwa Aku cewek matre dan suka gonta ganti pacar. Tapi satu hal yang mereka g tahu Aku hanya beruntung mendapatkan Aldo dan juga Aku sudah menjalaninya selama hampir 2 tahun jadi mereka salah jika bilang Aku cewek yang suka gonta ganti pacar. Tapi mungkin g semua orang memandangku seperti itu.

Hari ini Aku merasa malas sekali untuk menjalani aktivitasku karena setiap kali Aku bermimpi seperti itu ujung ujungnya Aku pasti sial. G lama setelah Aku menduga akan sial akhirnya terjadi juga, Aku harus ganti baju ketika Aku terpeleset di kamar mandi, belum cukup sial itu Aku harus terkena lemparan bola basket dari tengah lapangan sampai Aku pingsan dan harus dibawa ke UKS.

Cukup lama Aku pingsan dan akhirnya terbangun juga. Aku melihat sekelilingku, disana ada Nick dan Erika.
“Loe g apa apa?” Tanya mereka berdua
“G apa kok, Cuma agak pusing aja” jawabku sambil mengusap kepalaku yang agak sakit
“Sory ya Din tadi Gue yang lempar bola itu”
“G apa kok Nick”
Tak lama setelah itu bel masuk berbunyi. Ini adalah pelajaran terakhir dan Aku memutuskan untuk tetap di UKS, entah kenapa Aku malas melakukan apa apa hari ini.
“Rik, Gue disini aja ya. Gue malas ni”
“Okey, ntar pulangnya Gue bawain deh tas Loe kesini”
“Thanks ya”

Setelah Erika dan Nick pergi Aku hanya tiduran di UKS, Aku tahu kenapa bayang bayang mimpi itu masih ada di benakku. Mimpi itu mulai terjadi saat Ibu memberitahuku semua yang terjadi. Saat itu Aku masih kelas lima SD. Aku mendengar Ibu dan Mama bertengkar di rumah sampai akhirnya Ibu menjelaskan semua kepadaku, Ibu mengatakan bahwa Aku bukan anaknya. Saat itu Aku sangat terpukul sampai Aku mengurung diri dikamar selama hampir dua hari, Aku terus menangis.

Saat itu Aku akhirnya tahu mengapa orang yang Aku panggil Mama sangat membenciku. Aku juga terus memikirkan bagaimana hidupku selanjutnya. Waktu itu Aku berpikir untung ada Ibu yang mau merawatku.

“Din?!!” Suara Erika menyadarkanku dari lamunan gelap itu
Aku hanya terbengong memandang Erika dan Nick ada di hadapanku
“Kok kalian ada disini”
“Nih tas Loe, pelajaran udah selesai tau”
Aku hanya tersenyum dan berusaha duduk kembali di kasur UKS.
“Oh ya tadi Kak Aldo telpon dan Gue bilang loe pingsan”
Apa Erika bilang? Dia kasih tahu Aldo, Aldo pasti khawatir banget kalau tahu Aku pingsan. Dan benar dugaanku tak berapa lama setelah Aku berpikir seperti itu Aldo datang dengan wajah penuh keringat dan tampak cemas menghampiriku
“Din, Loe kenapa? Loe g apa apa khan? Loe baik baik aja khan?”
Aldo menghampiriku lalu duduk di sebelahku sambil mengusap keningku mengecek suhu tubuh dan memeriksa apa ada yang luka padaku.

Aku sekilas tersenyum melihat Aldo mencemaskanku, Aku jadi semakin tahu kalau Aldo sangat mencintaiku. Erika dan Nick hanya tersenyum melihat tingkah Aldo yang kekanak kanakan g seperti biasanya.
“Gue g apa apa kok” Jawabku saat Aldo membelai rambutku
Aku senang dengan perhatian Aldo padaku. Tapi kadang malu juga sih.
“Din kita pulang dulu ya”
“Thanks ya”
Erika lalu pergi meninggalkanku sendiri dengan Aldo. Aldo masih membelai rambutku.

Aku g enak pada Aldo karena hanya gara gara Aku dia harus meninggalkan kuliahnya. Bisa dibilang dia meninggalkan semuanya demi Aku, selalu saja begitu, Aku g tahu kapan Aku bisa membalasnya.
Aldo membawakan tasku dan menggandengku menuju mobilnya.

Dimobil Aldo Aku hanya diam memikirkan apa yang selama ini Aku pikirkan. Akhir akhir ini Aku sering berpikir apakah Aku pastas buat Aldo, Aldo teralu baik untukku, Dia selalu ada saat Aku butuhkan, sedangkan Aku, Aku g tahu apa yang telah kulakukan untuk Aldo.
“Loe masih sakit ya Din?”
“Ha?” Tanyaku ulang karena aku g terlalu mendengar apa yang diomongin Aldo.
“Loe masih sakit? Dari tadi kok diam?”
“Kepala Gue pusing, Al”
Aldo mengusap rambutku seperti biasa
“Ya udah kamu tiduran aja dulu”

Aku hanya tersenyum dambil berusaha menutup mata seperti kata Aldo. Suasana kembali hening, Kepalaku rasanya kembali sakit seperti saat terlempar bola. Aldo g mengajakku berbicara lagi dia hanya mengelus rambutku

Tak berapa lama setelah itu akhirnya mobil Aldo sampai juga didepan rumahku. Aku seraya turun dari mobil itu.
“Masuk yuk Al”
“G usah, kayaknya Loe capek kan? Lebih baik Loe tidur aja dulu” Pintanya sambil membelai rambutku. Entah kenapa Aku merasa tenang jika berada dibawah telapak tangan Aldo yang besar dan penuh dengan kasih sayang ini.
“Thanks ya Al”
Aldo hanya tersenyum dan kembali ke mobilnya. Aku berdiri didepan rumah melihatnya sampai tak terlihat kembali.
Rasanya benar kata Aldo, Aku harus tidur menghilangkan rasa capekku tapi saat kulihat ada motor warna merah di teras rumah mataku rasanya langsung terbelalak. Dirumah ini g ada yang memakai motor warna merah kecuali Mama.

“Bu... Aku pulang” Sayahu ketika membuka pintu dan benar dugaanku, Mama sedang duduk duduk dengan Ibu di ruang tamu. Aku langsung mencium kedua tangan mereka, walaupun enggan Aku juga mencium tangan Mama seperti pinta Ibu selama ini. Aku g mau berlama lama melihat Mama, Aku langsung masuk kamar tapi sebelum Aku melangkah Mama sudah memanggiku
“Din... sini duduk dulu” Pinta Mama dengan wajah sombongnya sambil menepuk kursi disebelah tempat duduknya. Dengan enggan Aku duduk disebelah mama seperti pintanya.
“Ada apa?” Tanyaku ketus sambi tak memangdang wajahnya.
“Din.. jangan seperti itu, g sopan” Ibu seraya menegurku, lalu meninggalkan kami berdua seperti perintah Mama.
Aku hanya duduk diam sambil mengapit tas dipangkuanku menunggu Mama berbicara
“Tadi yang ngantar pulang pacar kamu khan... namanya Dodo atau Dodi itu khan?”
“ALDO?!!” sergahku cepat
“Dia tajir khan? Cakep lagi, Dimana kamu dapat dia?”
“Apa sih maksud mama? Emang Aldo barang apa?”
Mama meraih tanganku, memegang tanganku tapi Aku langsung menghempaskannya.
“Iya maaf, tapi kamu sudah dibelikan apa sama dia? Pasti banyak ya, dia khan tajir” tanyanya ingin tahu
Aku sudah muak dengan kata kata Mama yang menganggap Aku pacaran dengan Aldo hanya karena dia kaya.
“CUKUP MA?!!”
“Jangan bentak Mama” balasnya sinis
“Terserah Mama mau bilang apa tentang Aku. Yang pasti Aku bukan cewek murahan seperti yang Mama pikirkan” balasku seraya berdiri.
“Dan satu lagi Aku bukan Mama”
Mama seraya menamparku dengan amarahnya. Walaupun Mama menamparku tapi Aku puas bisa membuatnya marah.
“Aku benci Mama. Aku berharap ini terakhir kalinya Aku lihat Mama didepanku”
Aku g memperdulikan bagaimana wajah Mama sekarang dan bagaimana perasaan dia sekarang. Yang Aku tahu hanya perasaanku sangat terluka setiap kali Aku bertemu Mama. Sambil memegangi pipiku, Aku masuk kekamarku dan meninggalkan Mama sendirian.

Kupikir Aku g akan menangis lagi gara gara Mama tapi ternyata Aku salah, sampai kapanpun Aku selalu terluka setiap kali Aku melihat wajahnya. Dan tanpa bisa kucegah Aku selalu saja meneteskan air mataku.

***

Pagi hari setelah kejadian itu Aku kembali ke rutinitasku semula, tapi seperti biasa setelah aku bertemu Mama seakan ada perasaan yang mengganjal di hatiku. Sering sekali Aku berpikir buat apa Mama harus datang kesini, apakah dia datang untuk melihat keadaanku? kecil rasanya kemungkinan itu terjadi karena saat dia datang dia tak pernah melihat wajahku, saat dia melihat wajahku dia selalu berkata kenapa Aku mirip Papaku. Aku lalu hanya diam mendengar sindiran itu, selama 17 tahun ini g pernah sekalipun orang orang menceritakan padaku siapa Papaku sebenarnya, jangankan wajahnya namanyapun Aku g pernah tahu, Mama hanya menyebutnya ‘laki-laki sialan’ atau apalah tanpa pernah sekalipun menyebutkan namanya.

Tiba tiba suara HP menyadarkanku, Aku lalu meraihnya di meja sebelah kasurku.
Saat kulihat ada nama ‘Aldo’ Aku mulai tersenyum lalu mengangkatnya
“Ada apa Al?”
“G apa apa kok sayang, Gue cuma mau bilang ntar gue ngak bisa ngantar Loe ke sekolah, tadi tiba tiba dikasih tahu ada matkul yang ganti jam7”
“G apa kok Al, ntar Gue minta antar Kak Dhimas aja”
“G marah khan? Hari ini aja kok”
“Iya gue tahu. Ya udah ya, gue belum mandi nih ntar telat lagi gue”
“Oke. Miss you”
”Miss you too”
Aku menutup telpon dari Aldo cepat cepat, tak lama setelah itu Aku mandi dan turun kebawah membantu Ibu menyiapkan makanan seperti biasa.
“Kak, ntar anterin Aku ke sekolah ya?” Tanyaku di sela sela sarapan bersama.
“Lho Din, memangnya Aldo kemana?” Tanya Ayah
“Kamu bertengkar sama dia?” Ibu ikut ikutan menambahi
“G kok, Tadi dia telepon katannya kuliahnya pindah jam jadi g bisa nganterin” Jelasku sambil mengaduk aduk makanan didepanku. Kak Dhimas hanya berpikir pikir sambil sesekali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
“Ayolah kak... Masa g bisa sih”
“Iya iya, ntar Gue anterin”
Aku hanya tersenyum melihat persetujuannya. Setelah sarapan selesai Kak Dhimas mengeluarkan motornya dan siap siap mengantarku kesekolah. G lama bagi Kak Dhimas mengemudikan motornya untuk sampai ke sekolahku, setelah sampai Ia lalu membuka helmnya dan seperti biasa semua cewek memandangnya kagum. Emang sih untuk ukuran cowok dia keren, malah mungkin lebih keren dari Aldo. Kak Dhimas lalu cepat cepat menutup helmnya dan pulang tanpa memperdulikan cewek cewek lain.

“Din, tadi Kak Dhimas ya yang ngantar loe”
Aku hanya mengangguk meng’iya’kan sambil meletakkan tasku dimeja dekat Erika duduk
“Cakep ya Din”
Aku hanya bengong sambil duduk di samping Erika.
“Boleh buat Aku g?”
“Nick mau dikemanain?” Tanyaku sambil merebut makanan yang dipegang Erika
“Ya juga sih... tapi Gue lagi BT ne ma dia” jawabnya dengan nada menahan amarah
“Napa?”
Belum sempat Erika menjawab bel masuk sudah terdengar.
“Lanjut ntar ya, ntar Loe kerumah Gue ya?”
Aku hanya memberi senyum mengiyakannya karena sepertinya mereka sedang ada masalah jadi apa salahnya Aku membantu Erika meringankan masalahnya lagipula Erika sudah sangat baik padaku.

Seperti janjiku tadi, Aku ikut ke rumah Erika. Seperti halnya Aldo, Erika juga anak orang kaya. Aku mengikuti Erika masuk kekamarnya yang luas dan langsung menjatuhkan tubuhku ke kasurnya selagi menunggu Erika ganti baju.
“Ada apa sih?” Tanyaku sambil berusaha duduk kembali
“Gue mau minta tolong ma Loe”
“Tolong apa?”
Erika memutar mutar rambutnya sambil berjalan kekanan kiri seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku hanya diam menunggunya berbicara.
“Gue mau, Loe deketin Nick”
“Apa?!!!” Aku terperangah mendengar kata kata Erika. Aku g tahu apa maksud Erika yang sebernarnya tapi yang Aku tahu Erika sangat cinta Nick dan g akan mungkin rela menyerahkannya ke cewek lain walau itu Aku sekalipun.
“Iya.. Gue mau Loe deketin Nick”
“Gue g salah dengar khan”
“G”
“Rik.. Please... berhenti deh bercandanya, Loe khan tau Gue udah punya Aldo dan Gue sayang banget sama dia, jadi g mungkin Gue menghianati dia”
“Din?!! Loe g menghianati Kak Aldo, g?!. Gue Cuma minta loe deketin Nick buat cari tahu siapa ceweknya sekarang”
Aku jadi tambah g mengerti apa yang sedang di rencanakan Erika Kenapa harus cari tahu siapa ceweknya Nick kalau ceweknya adalah Erika sendiri.
“Maksud Loe?”
“Loe tahu khan Nick itu playboy dan tambah lagi akhir akhir ini dia itu ngejauh dari Gue, Gue cinta dia Din. Gue g mau kehilangan dia” jelasnya dengan wajah bingung sekaligus sedih. Aku bingung harus bagaimana dengan permintaan Erika, Aku g mau Aldo salah paham dengan rencana ini. Tapi Aku juga ingin bisa bantu Erika, Erika udah terlalu banyak bantu Aku, air matanya juga sebentar lagi mau menetes. Aku tahu begitu besar rasa cinta Erika sama Nick.
“Gimana?”
Aku hanya tetap diam, Aku g tahu harus bagaimana.
“Gue harus ngapain?”
Wajah Erika langsung gembira mendengar pertanyaanku, Aku merasa dia sangat bergantung pada rencana ini. Erika ingin merubah semua yang ada pada dirinya menjadi seperti yang Nick inginkan. Erika langsung menjelaskan apa yang harus Aku lakukan untuk membuat Nick tertarik padaku, dan Aku merasa g susah untuk melakukannya karena semua yang Nick suka, Aku juga suka contohnya saja Nick suka menonton pertandingan basket antar sekolah Akupun demikian. Aku sering sekali menemani Aldo melihat pertandingan basket antar kampus, maklumlah Aldo juga pemain basket jadi lama kelamaanpun Aku tahu tentang basket
“Oh ya satu lagi, Loe Cuma cari tahu tentang Nick jangan sampai loe suka sama dia ya”
“Tenang aja, Gue masih cinta kok sama Aldo” Balasku dengan tersenyum.

Sesampainya dirumah Aku hanya bisa menjatuhkan tubuhku ke kasur dan terus berpikir apa yang kulakukan ini benar, apa jika Aldo tahu dia akan baik baik? Aku bingung tapi Aku sudah menyetujui rencana Erika. Dan Aku harus menepati janjiku.

“Hallo Al” Aku mengangkat telepon seketika saat kulihat Hpku bergetar dan melihat ada namanya di layar.
”Sayang Loe kenapa? Kok lesu banget?”
“G tahu nih Al, capek banget rasanya”
“Ya udah deh... Loe tidur aja ya... ”
“Ya deh Al, ntar Gue tidur cepet”
“Okey, Met bobo aja ya”
“Al... Loe telepon mau ngomong apa? Kok tiba2 diputus”
“G kok, hari ini khan g ketemu jadi ya gantinya Gue telepon Loe, Ya udah Loe tidur aja ya. Miss you”
“Miss you too”
Setelah itu seperti kata Aldo Aku hanya menarik selimutku sampai menutupi leher tanpa berganti baju dulu, Aku terlalu capek untuk melakukan itu semua.

Pagi hari seperti biasa Aldo datang menjemputku, dengan senyum khasnya dia mengusap rambutku.
“Loe udah baikan?”
“Udah kok” Jawabku sambil tersenyum.

Semakin Aku melihat Aldo, semakin Aku merasa bersalah saat Aku menyetujui rencana Erika. Pasti waktuku saat bersama Aldo akan semakin berkurang. Dan jika dia Dia pasti akan sangat kecewa padaku.
“Din..”
“Gue cakep ya? Kok diliatin terus”
Aku hanya tersenyum geli
“Ya iya lah Loe cakep, kalau g mana mau gue jadian ma loe” candaku, Aldo ikutan tersenyum.
“Jadi kalau Gue jelek Loe g mau donk”
Aku hanya tersenyum
“Menurut Loe?”
“Emm... menurut Gue sich Loe bakal tetep cinta ma Gue... biar bagaimanapun Loe kan udah cinta mati ma Gue”
Aku kembali tersenyum
“jadi bener donk, tapi apa buktinya?”
“Ha?”
Aldo tersenyum usil sambil memegangi pipi kirinya, mengisyaratkanku untuk menciumnya. Aku hanya terkaget sebentar sambil menggelengkan kepalaku.
“Ayolah” Bujuknya sambil tersenyum usil
Aku menuruti kata katanya. Aku mencium pipi kirinya sebentar. Aldo tersenyum sambil mengelus kepalaku seperti biasa

Sesampainya di kelas Erika menceritakan rencananya untuk mencari tahu all about Nick.
“Loe sekarang jarang ketemu ya sama Nick?”
“Tau dech, terakhir jalan bareng ya waktu loe pingsan itu. Jangankan ketemu, sms aja dia g pernah”
Aku hanya diam mendengar curhat colongannya Erika sambil berpikir bahwa Aku sangat beruntung mendapatkan Aldo yang sangat perhatian sama Aku.
“Aku curiga deh dia pasti punya pacar baru, playboynya kumat lagi dech”
“Udahlah loe jangan buruk sangka dulu, mungkin dia sibuk”
Erika hanya diam sebentar
“Kalau Kak Aldo g hubungi loe, loe masih bisa positive thinking gitu?”
Iya juga ya? Aku semakin berpikir, gimana kalau misalnya Aku kehilangan Aldo. Aku sangat sayang sama Aldo, Aku g mau kehilangan dia. Mungkin egois, tapi Aku ingin Aldo hanya untukku.
“G tahu” jawabku singkat

Seperti biasa saat pulang sekalipun Aldo menjemputku, Aku semakin yakin kalau Aku sangat beruntung mendapatkan pacar seperti Aldo.
“Oh ya Din, ntar malam keluar yuk” Ajaknya saat di tengah perjalanan
“Bukannya biasanya juga keluar, emang mau kemana ntar?”
“Up to you”
Aku menyetujui Aldo untuk keluar ntar malam, mungkin itu bisa menyegarkan pikiranku sejenak dari berbagai masalahku selama ini.
“Em... Gimana kalau kita nonton aja?” Saran Aldo
“Okey, Gue tunggu jam 7 ya”
“Siapa juga yang mau jemput loe, loe tu GR banget ya” Canda Aldo lagi dengan tawanya yang usil.
“Ya Loe lah, Loe khan saying banget ma Gue” Kataku sambil tersenyum
“Ya deh, Emang g ada yang bias ngalahin Dindaku Tersayang”
Aku hanya tersenyum kembali sambil memandang Aldo.

Tiba tiba Hatiku merasakan ada yang aneh saat Aku sampai dirumah, tapi Aku hanya menghiraukannya.
“Al masuk yuk” Bujukku sambil menarik tangan Aldo
Sekilas Aku melihat ada motor berwarna merah didepan rumahku, dan Aku tahu itu milik Mama. Hatiku rasanya kembali sakit. Aku menggenggam tangan Aldo lebih erat saat kutuntun dia masuk ke dalam.
Suara keras Mama terdengar sampai luar, Aku langsung melepas tangan Aldo dan berlari menuju ruang tengah, tempat sumber suara itu.
Pembicaraan Mama terdengar sangat keras.
“Oh jadi mbak minta Aku kesini Cuma buat minta uang”
Aku lihat Ibu hampir menjatuhkan air matanya. Aku hanya berdiri melihat kejadian itu, Aku ingin sekali membela Ibu tapi entah kenapa kakiku rasanya tak bisa digerakkan.
“Tapi Des, Uang itu untuk SPP Dinda 2 bulan”
“Udah deh mbak, dulu mbak sendiri khan yang bilang sanggup mengurus dia”
Aku kembali melihat Ibu hampir menangis
“Nih Aku kasih, tapi ingat, mbak harus mengembalikannya” Mama membentak Ibu sambil menaruh uang 1 bendel di meja
“Cukup Ma?!! ”
Aku yang g tahan melihat perlakuan Mama kepada Ibu akhirnya ikut masuk dalam pertengkaran itu.
“Aku g butuh uang Mama, Lebih baik Mama ambil ini” Aku mengambil uang itu dan menyodorkannya ke muka Mama dengan penuh amarah. Aku g akan bisa terima jika Ibu sampai dilecehkan walaupun itu oleh Mama.
“Oh, sekarang kamu jadi berlagak g butuh uang ya? Apa karena kamu bisa minta ke pacar kamu?” Mama dengan sombongnya mengatakan itu semua sambil berkacak pinggang mondar mandir
“Ingat ya Ma, Aku memang anak Mama tapi Aku bukan cewek murahan seperti Mama?!!!”
Mama tak kuasa untuk tak menamparku, Ibu hanya bisa menangis tanpa bisa menghentikan semua ini. Aku berlari keluar, Aku g ingin menambah beban Ibu dengan menangis di depannya.

“Din, Loe kenapa?”
Aldo masih tetap menungguku walaupun tahu Aku sedang bertengkar dengan orang di rumah ini.
“Al, Kita pergi” Aku menyuruh Aldo untuk membawAku pergi dari sini dan Aldo hanya menuruti kata kataku. Suara Ibu memanggilkupun terdengar saat Aku masuk kedalam mobil Aldo.

Di mobil, Aldo hanya mendengarkanku menangis dan sesekali mengusap air mataku dan mengelus rambutku. Hatiku hancur dan rasanya aku inginsekali menghilang dari dunia ini walau hanya sebentar. Aku ingin menjerit menumpahkan segala amarah dan rasa kesalku

Sesampainya di kamar Aldo, Aku hanya melanjutkan tanagisanku. Aldo hanya diam mendengarkanku menangis sambil mengelus-elus rambutku. Sesekali Aku ingat perlakuan mama tadi, Aku semakin keras mengeluarkan tangisanku, Aldo hanya bisa meraih tubuhku dan memberikan pelukannya untuk menenangkanku. Aldo masih tetap memelukku sampai Aku lelah menangis.
“Din... Loe g apa apa?” Tanyanya sambil mengambil tissu mengusap air mataku.
“Kalau Loe mau, Loe bisa kok cerita sama Gue”
Aku menarik nafas pelan pelan mengeluarkan segala emosiku, Aku g tahu apa yang harus Aku lakukan, apa Aku harus cerita sama Aldo tentang ini, mulai dari mana Aku harus cerita? Aku bingung. Sudah hampir 2 tahun Aku pacaran dengan Aldo dan tak sekalipun Aku cerita tentang Mama kepada Aldo. Aldo juga tak pernah bertemu Mama, memang Aku sengaja g mempertemukan mereka, Aku g mau Aldo diceramahi Mama dengan hal hal yang aneh.
“Al... Gue bingung, Gue harus cerita dari mana” Jawabku sambil mengusap mataku sebelum air mata menetes kembali. Aldo hanya bisa mengulurkan tangannya lalu membelai rambutku.
“Kalau loe g bisa cerita, gue g maksa kok. Tapi Loe jangan nangis ya?”
Aku harus cerita sama Aldo, pikirku. Semua masalahku akan lebih ringan jika ada Aldo.
“Loe tahu, gue bukan anak Ibu”
Aku lihat Aldo kaget dengan jawabanku, tangannya yang semula membelai rambutkupun mulai menjauh.

“Dan loe juga perlu tahu, Aku ini anak haram. Orang yang Aku panggil Mama itu Ibu kandungku” Aku menjelaskannya sambil masih menangis
Aldo hanya diam tak menanggapi apa apa g seperti Aldo yang selama ini ku kenal. Rasa gelisah semakin menggelayuti pikiran dan hatiku.
“Loe pasti nyesel khan Al, jawab Al?!!!” Aku hanya bisa meneteskan air mata menunggu Aldo berbicara. Aldo hanya diam. Lama sekali Aldo diam.
“Aku tahu semua orang pasti akan merasa jijik mendengarnya. Tapi bukan Aku yang mau Al”
Aldo semakin diam. Kamar Aldo terasa sunyi dan hanya terdengar suara tangisku yang agak tertahan. Aku tak tahu bagaimana harus menghentikan tangisanku ini.

Tangan Aldo tiba tiba membelai rambutku, merengkuhku kembali kedalam pelukannya. Aku kaget dengan sikapnya itu tapi Aku g memperdulikannya, Aku masih terus menangis.
“Loe salah Din, Gue cinta Loe itu tulus. Gue juga sayang Loe. Darimana asal loe pun Gue g peduli”
Tanganku mulai membalas pelukan Aldo, kata kata Aldo sangat membantuku keluar dari kegelapan ini.
“Gue cinta Loe Din”
Aldo melepaskan pelukannya, mengusap air mataku dan mencium keningku. Semua beban dipundakku rasanya terangkat semua jika ada Aldo disampingku. Aku g tahu gimana Aku jika g ada Aldo.
“Gue juga cinta Loe Al” Jawabku saat Aldo selesai menciumku.

Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, Aldo lalu mengantarkanku pulang kerumah. Aku kembali takut memikirkan Ibu dengan wajah seperti apa Aku harus bertemu Ibu sekarang. Aku malu dengan diriku sendiri yang selalu menyusahkan mereka, Gara gara Aku Ibu harus bertengkar dengan Mama.
“Loe kenapa Din?”
“G apa apa kok Al?”
Aku memandang Aldo lekat lekat, Aku bersyukur saat ini Aldo ada di sampingku. Tak tersadar Aku tersenyum saat Aku melihat Aldo.
“Loe kenapa sih Din? Suka banget liatin Gue” candanya seperti biasa
Aku hanya tersenyum
“Gue tahu sih Gue cakep, Mempesona, Baik hati. Tapi jangan diliatin gitu ah, salting gue”
Aku semakin mengeluarkan tawaku
“Iya emang. Gue mau bikin Loe salting, Loe tambah cakep deh kalau salting kayak gitu”
Aldo juga ikut tersenyum lalu tangannya membelai rambutku
“Gue senang Loe bisa senyum lagi” Kata Aldo
“Emang kenapa? Gue cantik ya kalau lagi senyum”
Aldo semakin tertawa terbahak bahak, Aku juga g nyangka kalau Aku bisa senarsis ini jika sama Aldo

G lama setelah itu kami tiba di depan rumahku. Aldo turun bersamaan denganku dari mobilnya. Aku melihat Ibu dan Kak Dhimas duduk berdua di teras.
“Din, kamu dari mana saja?” Tanya Ibu sesampainya kita di rumah. Ibu dan Kak Dhimas menungguku diruang tamu.
“Maaf Bu, Tadi Aku kerumah Aldo”
Ibu hanya tersenyum sedih
“Din kamu itu mikir g sih, Ibu itu dari tadi nangisin kamu, kamunya malah enak-enakan pacaran sama Aldo” Bentak Kak Dhimas padaku
“Maaf Kak”
“Loe juga Al, harusnya Loe itu mikir. Jangan selalu manjain Dinda, kalau ada masalah langsung lari, kapan dia dewasanya”
“Iya Sory Kak” Balas Aldo
“Sudah sudah.. cepat masuk. Untuk Ayah g ada, coba kalau ada, kamu pasti kena marah juga Al” Ibu menengahi keadaan
“Maaf Tante tapi saya sebaiknya pulang saja biar Dinda bisa istirahat. Din Gue pulang dulu ya, Kak Gue pulang dulu ya”

Sesaat setelah Aldo pergi Aku hanya minta ijin untuk kekamar. Rasanya nyaman sekali saat Aku menjatuhkan diri kekasurku, Aku hanya melamun sambil tersenyum jika ingat Aldo sampai akhirnya Aku tertidur

Esok paginya saat Aku bangun, kulihat diriku yang masih memakai seragam lengkap dengan sepatu. Aku hanya bisa duduk duduk sebentar lalu melepas sepatu dan bersiap siap untuk kerumah Erika.
“Din... Misinya harus kita mulai secepatnya deh kayaknya” Bujuk Erika sesaat setelah Aku menaruh tasku di meja kamarnya
“Ha?”
“Iya, Gue mau Loe melaksanakan misi itu secepatnya. Kemarin Gue lihat Nick jalan sama Raini anak IA7. Gue ingin Nick balik sama Gue lagi”
“Okey, Trus apa yang harus Gue lakuin?”
Sesampainya di kamar, seperti biasa Aku hanya menjatuhkan tubuhku mengurangi kelelahanku sambil menunggu Erika mencari cari sesuatu.
“Loe kenapa sih harus ngrencanain ini semua?” Tanyaku saat Erika sedang menuangkan es kedalam gelas
“Loe g pernah tahu gimana rasanya mencintai seseorang tapi orang itu g cinta kita sepenuh hati, Gue ingin Nick itu balik sama Gue”
Aku hanya diam sambil berusaha untuk duduk kembali.
“Gue mau tahu semua tentang Nick, mulai yang dia suka sampai yang dia g suka”
Aku hanya tersenyum simpul mendengar jawaban Erika. Aku tetap g ngerti kisah cinta Erika, tapi jika Nick itu Aldo mungkin juga melAkukan hal yang sama. Aku juga akan berusaha menjadi cewek perfect di mata Aldo
“Yah terserah Loe dech, Sekarang Gue harus gimana?”
Erika menerangkan secara detail apa yang harus Aku lakukan. Aku hanya mengangguk anggukkan kepala dan tersenyum simpul setiap kali dia bertanya apa Aku sudah mengerti maksudnya.

Hari ini mungkin akan menjadi hari pertamaku untuk menaklukan Nick. Seperti kata Erika Aku akan pura pura mencari Erika di GOR tempat Nick tanding basket. Dan satu lagi pesan dari Erika, katanya Aku harus berdandan seseksi mungkin. Aku bingung harus berdandan seperti apa. Erika mengeluarkan semua baju bajunya yang terbilang seksi dari lemarinya. Aku hanya bisa menolak dan menggeleng sampai akhirnya Erika setuju kalau Aku boleh memakai jaket.
Aku melihat diriku dikaca, emang sih Aldo pernah bilang bahwa Aku cantik memakai baju apapun. Tapi rasanya Aku malu kalau Aku berdandan bukan untuk Aldo.

Erika mengantarku menuju GOR tempat Nick bertanding. Setelah sampai disana Aku baru menyadari kenapa Erika sebegitu g inginnya kehilangan Nick. Benar saja hampir semua orang menyorakkan satu nama, Nick. Dilihat dari segi manapun Nick memang lebih bersinar dibandingkan dengan yang lainnya.

Setelah pertandingan selesai Aku berjalan menuju bangku pemain. Disana ada Nick dan orang orang yang Aku cuma tahu namanya sedang duduk duduk menghilangkan kelelahan. Aku hanya mondar mandir sambil berpura pura mencari cari seseorang. Seperti kata Erika Aku hanya boleh menarik perhatian Nick tanpa memanggilnya dan menunggu sampai Nick mendekatiku. Dan benar seperti kata Erika, tak berapa lama setelah Aku mondar mandir di dekatnya, Nick langsung menghampiriku
“Dinda? Loe nyari siapa?”
“Nick?. Gue nyari Erika, tadi kata pembantunya dia kesini tapi gue cari cari kok g ada ya?”
“Setahu Gue Dia g kesini, biasanya sih dia kesini tapi dari tadi gue g Erikat dia tuh”
Aku hanya diam sebentar
“Oh gitu ya... ya udah deh Gue balik dulu ya”
Aku membalikkan badan dan berjalan keluar dan dugaan Erika kembali tepat, Nick memanggilku.
“Din” Dia berlari mengejarku
“G baik cewek pulang malem-malem sendirian. Loe tunggu sini dulu ya, Gue mau ambil tas dulu.”
Aku hanya tersenyum sambil lalu dan berdiri menunggunya. Kulihat Nick berusaha secepat mungkin mengemasi barangnya ke dalam tas lalu berpamitam kepada pelatih dan berlari menghampiriku.
“Sory, Loe nunggu lama ya”
“G kok, Oh ya Thaks ya udah mau nganterin Gue”
Nick hanya tersenyum. Nick bercerita banyak hal tentang pertandingan tadi. Aku g yangka kalau Nick orangnya juga lumayan suka bercerita.
Nick mengambil mobil yang katanya milik ayahnya itu di parkiran depan.
“Oh ya Nick, sejak kapan Loe suka main basket?”
“Sejak SD gue udah suka? Btw Gue g nyangka tadi Gue ketemu Loe di GOR”
“Ya tadi khan Gue udah bilang. Gue nyari Erika, tapi biasanya Gue juga sering ke GOR”
“Ngapain?”
“Pacar Gue khan juga suka main basket”
“Oh iya Gue lupa”
Kami ngobrol banyak hal tentang basket, tentang kehidupan sehari hari juga. G lama setelah itu sampai juga dirumahku.
“Oh ya thanks ya Nick, Loe udah mau nganterin Gue”
“Okey, Oh ya Gue minta Nomer Loe donk” Tanyanya saat Aku hendak keluar dari mobilnya
“Emm, buat apa?”
“Ya boleh donk, Kita khan teman”
Aku memberikan no Hpku ke Nick, Yach g apalah itung-itung buat menyukseskan rencana Erika. Setelah itu Aku hanya masuk ke kamar setelah Nick pulang. Tak berapa lama setelah Aku mandi dan ganti baju kulihat HPku bergetar, setelah kulihat ada nama ‘Aldo’ di layar Aku mengangkatnya.
“Halo Al?”
“Sayang, Kugh lama banget ngangkatnya?”
“Sory Al tadi abis mandi”
“Oh pantes wangi banget”
“Apan sih gombal gitu, Ada apa?”
“G apa, kangen aja. Tadi sore Gue kerumah Loe, Loenya g ada. Emang Loe kemana?”
Aku bingung mau jawab apa sama Aldo. G mungkin khan Aku jawab kalau Aku sedang jalan sama Nick tadi sore. Aku diam sejenak
“Din?”
“A? Gue... em... Gue ke rumah Erika”
Aku hanya jawab asal sekenanya. Sory Al Aku harus bohong sama kamu, soalnya Aku g mungkin menjawab kalau Aku sedang bareng sama Nick.
“Ow... ya udah, Oh ya sayang besok Gue g bisa jemput Loe, Soalnya besok Mami pulang dari Jakarta. Sorry ya”
“G apa kok Al, Oh ya Udah dulu ya Al Gue ngantuk nih”
“Ya udah met tidur sayang, miss you”
“Miss you too”
Aku menutup telepon dari Aldo segera setelah itu. Aku merasa bersalah dengan Aldo tapi di lain pihak Aku g mungkin memutuskan untuk tidak membantu Erika lagi. Aku sudah berjanji dengan Erika dan Aku g mungkin membatalkannya, Erika sudah terlalu baik kepadaku dan paling tidak Aku ingin membalasnya.

Pagi hari Aku terbangun setelah mendengar teriakan Ibu. Seperti biasa jika tidak ada Aldo Aku akan membujuk Kak Dhimas untuk mengantarku. Dan dengan susah payah akhirnya Kak Dhimas mau juga mengantarku.
“Thanks ya kak”
“Bakso 2 porsi pokoknya”
“Apaan sih, masa sama adik sendiri minta imbalan”
Kak Dhimas hanya tersenyum
“Udah g usah protes, sana masuk kelas”
Seperti kata Kak Dhimas Aku berjalan memasuki kelas, seperti biasa gerombolan Raini pasti memandangku rendah.
“Susah ya jadi orang miskin... harus cari pacar yang bisa rangkap buat supir juga” Cetusnya
Aku hanya berjalan terus tanpa memperdulikannya. Setahuku Raini itu musuh bebuyutan Erika gara gara berebut Nick tapi kenapa sekarang dia jadi ikut jahat sama Aku? Biasanya Walaupun jahat dia g pernah sampai ngajak ribut gini deh.
“Heh cewek murahan berhenti Loe” Bentaknya sambil menarik tanganku, Aku hanya pasang tampang cuek, masalahku sudah terlalu banyak tanpa perlu ditambah masalah dengan Raini.
“Loe itu ngaca donk, Nick itu g mungkin suka sama cewek miskin kayak loe” bentaknya
“Oh Loe g punya kaca ya” Sindir salah satu anak buahnya yang saat kulihat nama di bajunya bernama Arin
“Loe terlalu miskin ya sampai sampai g punya kaca” Sindir satu lagi anak buahnya yang bernama Icha
Aku hanya diam, Mereka hanya bisa tertawa setelah melecehkanku
“Gue peringatin ya, jangan coba coba deketin Nick. Nick itu milik Gue” Bentak Raini keras, Tapi tiba tiba Raini terjatuh dan saat kulihat ternyata Erika yang mendorong Raini. Icha dan Arin hanya bisa membantu Raini yang kesakitan sambil matanya melotot melotot kepadaku dan Erika. G sadar semua siswa melihat kearah kami karena Raini menjerit saat jatuh.
“Jaga ya mulut loe itu. Nick itu milik Gue jadi jangan berani deh loe ngaku ngaku”
“G usah sok deh Loe, Loe g tahu khan kemarin sabtu Nick keluar bareng gue. Loe itu sudah jadi barang bekas buat Nick”
Plakk?!!
Erika seraya menampar Raini keras sampai suara tamparannya terdangar. Aku, Arin dan Icha hanya bisa terkaget. Raini yang g terima perlakuan Erika langsung membalas tamparannya. Tak Lupa tangan Raini menarik rambut Erika begitu pula sebaliknya.

Aku menarik tubuh Erika keluar dari pertengkaran itu, begitu pula yang dilakukan Arin dan Icha.
“Rik, udah”
Erika g memperdulikan omonganku, dia masih sibuk dengan menjambak rambut Raini begitu pula sebaliknya, Arin dan Icha sudah tak sanggup mengentikan ulah mereka berdua.
“Asal tahu aja ya Rik, sobat loe itu g sebaik yang loe kira, dia nusuk loe dari belakang”
Erika menghentikan tangannya untuk menjambak rambut Raini, Raini juga. Raini mengaduh kesakitan dan berusah membuat dirinya rapi kembali.
“Jaga ya mulut Loe, jangan asal tuduh deh”
”Kalau Loe g percaya tanya tu sama Dinda, kemarin dia pulang diantar siapa. Dia pasti g bisa jawab”
Erika diam sejenak, Raini dan anak buahnya kembali terkikik merasa menang
“Din.. maksudnya apa?”
“Ya ntar Gue jelasin, sekarang lebih baik kita ke kelas aja”
Aku tak perlu medengar jawaban Erika, Aku langsung menariknya kedalam kelas sebelum kerumunan orang membawa salah seorang Guru untuk melerai mereka. Aku masih bisa mendengar suara tawa kemenangan dari Raini cs saat Aku masuk ke kelas.
“Sialan tu anak”
”Udahlah Rik, Loe mau dengar cerita Nick g ?”
Aku melihat begitu besar rasa ingin tahu dari pancaran mata Erika. Umpatannya mengenai Raini langsung berhenti seketika.
“Emang kemarin ada apa?”
“Iya itu yang dibilang Raini, kemarin Gue berhasil deketin Nick”
“Trus?”
“Seperti kata Loe, Gue cari tahu tentang Nick lalu Ya Gue dianterin pulang”
Sekilas Aku melihat wajah tak suka dari Erika Dia merasa cemburu
“Rik, g usah jeles deh, Gue khan cuma jalanin permintaan Loe. G lebih”
Erika sedikit percaya sama Aku, tapi Aku masih melihat rasa cemburu di wajahnya
“Tenang aja, Gue masih cinta kok sama Aldo”
Erika kembali tersenyum lalu memintaku kerumahnya sepulang sekolah untuk melanjutkan rencana ini.

Sepanjang pelajaran Aku sama sekali g mendengarkan omongan Guru, Otak dan pikiranku melayang entah kemana, Aku berpikir apa yang Aku lakukan ini benar, sebelah hatiku mengatakan Aku takut jika terus menjalankan rencana Erika Aku akan kehilangan Aldo, tapi sebelahnya lagi Aku ingin membantu Erika, Aku g ingin buat dia kecewa.

Sepulang sekolah, Seperti permintaan Erika Aku kerumahnya untuk menceritakan semua yang terjadi padaku dan Nick.
“Gimana rencana Loe selanjutnya?” Tanyaku setelah selesai menceritakan semua yang terjadi kemarin.
“Dia pernah telepon Loe?”
“Belum, emang kenapa”
“Ya g apa sih.. Ya udah pokoknya rencana selanjutnya loe harus mau kalau Nick ngajak Loe pergi”
“Emang Nick bakal ngajak pergi Gue?”
“Dinda... Gue itu tahu sifat Nick, Dia itu pengen dapet semua cewek didunia ini”
“Termasuk gue? Gue khan bukan cewek terkenal di sekolah”
“Loe cewek bukan?”
Aku hanya bisa tersenyum kecut, yah Aku tahu sih Nick itu playboy Di sekolah dia juga terkenal cowok paling cakep sesekolah, Siapa sih yang g mau jadi ceweknya. ya kecuali Aku tentunya. Di sekolah g ada yang g kenal Nicky Arifin Perdana, semua orang tahu dia, apa lagi cewek.

Saat Aku enak enakan tidur di kasur Erika, HPq tiba tiba berdering. Saat kuambil Aku bingung itu nomor siapa, karena hanya ada angka di layar tanpa ada namanya.
“Kenapa g Loe angkat ?”
“Males ah, paling juga orang iseng. G ada namanya di phonebook”
Erika meraih HPq yang letaknya disebelahku, Dia melihat layar HPq dan langsung kaget.
”Ya tuhan Dinda?!! Ini Nick. Cepet kamu angkat dech”
Aku terkaget mendengar bahwa Nick meneleponku
“Halo, Dinda?” Sapa Nick
“Iya. Ini siapa?” Balasku pura pura g kenal
“Nick”
Aku terbelalak kaget,
“ Siapa?” Tanya Erika pelan
“Nick” Jawabku pelan sambil menutup HPq dengan tangan agar g terdengar. Erika memintaku meloudspeaker Hpku agar percakapan kami terdengar olehnya, Aku menyetujuinya.
“Nick? Ada apa?”
“Emm.. Ntar malam Loe ada acara g?”
“Emang ada apa?”
“Gue mau ngajak Loe nonton, Loe bisa khan. Harry potter lho?”
Waduh gimana nih dalam hati Aku ingin sekali nonton tapi yang pasti bukan bareng Nick. Aku menoleh ke arah Erika meminta pendapatnya, Erika langsung mengangguk menyetujuinya
“Iya ntar gue kosong”
“Okey gue jemput Loe jam setengah 8”
“Em g usah, Kita ketemuan disana aja” sergahku segera

Erika menoleh padaku dan tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya.
“Loe keren”
Aku hanya tersenyum membalas sampai akhirnya Hpku kembali berdering. Saat kuraih Aku kaget saat kulihat dilayar ada nama Aldo.
Deg jantungku rasanya g enak, mungkin Aku sudah menghianati Aldo
“Ya Al? Ada apa?” Sambil mengangkat telepon Aku berjalan keluar dari kamar Erika
“G apa apa kok sayang? Cuma kangen aja”
“Apaan sih gombal banget”
“Hehe... bener kok, Oh ya loe lagi ngapain?”
“G ngapa-ngapain, Cuma lagi ngobrol aja ma Erika di rumahnya”
“Di rumah Erika? Ya udah dech Loe lanjutin aja, Gue g enak ma Erika. Ntar Gue telepon lagi”
“Key, Love You”
“Love you too”
Aku kembali ke kamar Erika sesegera mungkin setelah Aldo mematikan teleponnya, Aku lihat Erika sedang mmbongkar baju bajunya di lemari.
“Loe ngapain?”
“Milihin baju buat Loe”
”Ha?? Buat apaan?”
“Ntar Loe bakal Nge date bareng Nick khan? So, Loe harus tampil cantik” Katanya sambil bergaya membawa baju di ditangannya.
Setelah selesai Erika mendandaniku, Erika mengantarkanku sampai ke bioskop. Dia meninggakanku saat tahu Nick berjalan menuju kearahku Saat Nick menghampiriku, Aku melihat mata cewek cewek seluruh ruangan itu memperhatikan Nick dengan mata penuh binar binar.
“Sory, Loe udah lama?”
“G kok”
“Ya udah Masuk yuk”
Nick menggandeng tanganku saat masuk ke bioskop, tak lupa Nick juga membelikanku pop corn dan soft drink tapi rasanya aneh Aku pergi tapi bukan sama Aldo.

“Kayaknya Loe suka banget ya sama Harry potter” Tanya Nick saat kami sedang berjalan untuk mengambil Mobilnya.
“Iya, Gue ngikutin dari awal. Tapi Gue lebih suka baca novelnya sih. Gue juga g nyangka Loe suka HarPot”
Nick hanya tersenyum ringan sambil membukakan pintu mobil untukku.
Sepanjang perjalanan Aku mencoba mencari tahu isi hati Nick dan apa yang ada dalam pikiran Nick
“Gimana Loe sama Erika, kayaknya Gue udah jarang Erikat Loe barengan dech”
“Gue g tahu, Gue ngrasa udah g cocok sama dia”
“Tapi Loe belum putus khan?”
“G tau lah Din, Gue bingung. Gue mungkin memang sayang sama dia tapi Gue ngrasa g cocok aja sama dia dan itu Cuma sayang sama teman biasa. Awalnya sih fine-fine aja tapi entah kenapa lama lama ya... gitulah pokoknya”
“Lha trus Loe mau gantungin gitu aja perasaan Erika, Loe g bisa gitu Nick. Cewek juga punya perasaan”
”G tahu lah Din”
“Kenapa sih jawabnya g tahu terus. Trus gimana hubungan Loe ma Raini, setau Gue Loe itu deket banget sama dia”
“Gue g ada apa apa sama dia. Dianya aja yang suka nempel nempel gitu”
Setelah itu Aku menghentikan pertanyaanku saat mobil Nick sudah sampai depan rumahku.
“Thanks ya Nick”
“Okey. Gue juga seneng kok bisa jalan bareng Loe”
Aku semakin bingung dengan Nick, menurutku dia bukan cowok play boy seperti yang dikatakan Erika tapi bagiku dia itu cowok yang care dan perhatian sama cewek. Dia juga enak diajak ngobrol.

Jam sudah menunjukkan pukul 10.15 malam saat Aku pulang, Ibu dan Ayah masih duduk duduk di ruang keluarga menikmati acara sinetron di TV. Aku hanya menyapa mereka sebentar dan langsung masuk ke kamarku.

Setelah kejadian itu atas perintah Erika Aku semakin sering bertemu Nick, Sering sekali Aku pura pura ke Mall saat Nick juga ke Mall atau apalah. Dan parahnya lagi Aku jadi susah ketemu Aldo, Aku juga semakin sering bohong sama dia.

Pagi harinya Aldo menjemputku seperti biasa.
“Sayang Loe kenapa?” Tanyanya saat mobil Aldo melaju di jalan
“G apa apa Al, Gue Cuma capek aja”
“Tadi malam Loe kemana?”
Aku bingung Aku mau jawab apa
“Em.. Gue maen ke rumah Erika sampai malem”
“Makanya kalau pergi jangan malem malem. Capek khan?” Tanyanya sambil mengusap rambutku seperti biasa. Aku tersenyum.
“Iya Iya... ”
“Oh ya sayang kayaknya nanti Gue g bisa jemput Loe dech, Nanti Gue ada rapat HM”
“G apa kok, ntar Gue bisa minta Kak Dhimas jemput”
“Sorry ya...”
“G apa kok Al, Loe khan bukan sopir Gue”
“Jadi jabatannya naik nih?” candanya
“Iya jadi satpam” Balasku sambil tersenyum
Aldo kembali mengusap ramputku, Aku merasa Aldo sering sekali mengusap rambutku, Aku juga sering terlena dengan usapannya.

Pulang sekolah Aku hanya bisa menunggu angkot, Kak Dhimas ada urusan dengan pacarnya sedangkan Erika, dia harus ikut pelajaran tambahan, jadi g ada satupun orang yang bisa Aku mintai tebengan.
“Din?!!”
Suara seseorang memanggilku, Aku menoleh kearah sumber suara itu. kulihat Nick sedang mengendarai motornya menoleh kearahku.
“Bareng yuk?”
Aku hanya tersenyum sebentar lalu mengiyakan
“Thanks ya, jadi Gue g perlu deh panas panas nungguin angkot”
Nick mengantarkanku sampai tujuan dengan selamat. G butuh waktu lama buat Nick untuk sampai kerumahku.
“Thanks ya Nick” Nick hanya tersenyum
“Masuk yuk?”
“G usah, Gue ada urusan di rumah, cabut dulu ya”
Aku hanya tersenyum dan menyaksikan Nick pergi sampai Dia tak terlihat lagi saat Aku berbalik Aku baru sadar bahwa di depan teras rumahku ada sebuah mobil yang g pernah Aku lihat sebelumnya, Aku g berpikir apa apa, Aku hanya masuk kedalam rumah.

Saat Aku masuk kedalam rumah, kulihat ada laki laki paruh baya yang sedang berbicara kepada Ayah dan Ibu. Saat kuucapkan salam Dia menoleh padaku memandangku lekat lekat. Aku g tahu kenapa, tapi tiba tiba air mataku menetes saat Aku melihat raut mukanya, Lelaki itu memelukku. Aku bingung apa yang harus Aku lakukan, Aku juga tak tahu kenapa dengan mudahnya tanganku ikut merengkuhnya, air mataku juga semakin menetes. Dalam hatiku rasanya ada kerinduan yang sangat dalam saat. Laki itu hanya diam, dia tak berbicara. Kudengar Dia menangis.

Lama sekali dia memelukku dalam diam, Ibu dan Ayah hanya bisa melihatnya menangis memelukku.
“Kamu Dinda khan?” Tanyanya sesaat setelah Dia melepaskan pelukannya, Dia bertanya sambil meraba wajahku, menatapku lembut. Aku hanya diam sambil tak mengerti kenapa air mataku tetap mengalirr. Aku mencoba menguatkan diriku berusaha tak terhanyut dalam suasana.
“Anda siapa?” Tanyaku sopan, kulihat wajahnya terkaget saat Aku bertanya siapa dia
“Dia Papa kamu” Jelas Ayah tegas
kepalaku terasa seperti terhantam besi, pusing sekali saat Aku mendengar kenyataan ini. Aku tetap berusaha berdiri tegap menatapnya
“Dinda... Ini Papa Nak” Dia berusaha menjelasakan, Tangannya meraih rambutku, Aku hanya bisa menghempaskannya. Hati dan pikiranku dipenuhi keadaan yang campur aduk
“Aku... Aku g tahu... Aku bingung” Aku menggelengkan kepalaku secara refleks, serasa Aku g mau menerima ini semua.
Ibu meraih tubuhku menyandarkan kepalaku pada tubuhnya sambil mengelus elus kepalaku, Ibu juga menuntunku untuk duduk.
“Din Ini Papa kamu, Namanya Andhika” Ibu memperkenalkannya padaku, Orang itu tersenyum padaku.
Setelah 17 tahun lebih Aku lahir didunia ini akhirnya Aku tahu siapa Papaku yang sebenarnya, Akhirnya Aku juga tahu wajah dan namanya. Rasanya bercampur aduk dalam hatiku. Rasa bahagia, jengkel, kaget, marah semuanya ada.

Lama sekali Aku hanya diam, g ada yang sanggup bicara. Orang yang katanya papaku itu memindah tempat duduknya menjadi sebelahku. Dia memandangku lekat dengan wajah penuh kerinduan.

Aku berusaha tegak tak lagi bersandar pada Ibu. Ibu dan Ayah meninggalkan kami berdua di ruangan itu. Saat Aku kembali melihat raut wajahnya, air mataku kembali menetes
“Kenapa Papa baru datang sekarang?”
Dia hanya diam
“Kenapa? Saat semua sudah berjalan hampir 18 tahun, saat Aku sudah bisa menerima semua ini. Dimana Papa selama ini? Dimana Papa saat Aku harus menangis sendiri ketika semua orang mencaci makiku karena Aku anak haram”
Aku tak bisa menghentikan amarahku, banyak sekali kekecewaan dan pertanyaan yang kupendam selama ini. Aku juga tak bisa menghentikan air mataku ini.
“Maafkan Papa, Papa tahu Papa salah, tapi papa ingin memperbaiki semua”
Aku hanya bisa mendengarkannya sambil terus menangis
“Aku g tahu lagi... Aku bingung, Aku g tahu apa Aku bisa memaafkan Papa. Lalu Papa ingin Aku gimana?”
“Sebenarnya, Tujuan Papa kesini.. Papa ingin mengajak kamu tinggal bersama Papa dan keluarga Papa”
Aku kaget saat Dia bilang ‘keluarga’, Dia sudah mempunyai keluarga baru. Dia sudah bisa memulai hidup baru tapi kenapa dia harus muncul kehadapanku sekarang
“Aku g tahu, Mungkin Papa bisa menyayangiku tapi bagaimana dengan keluarga Papa? Apa mereka bisa menerima Aku?”
Papa hanya diam
“Aku sudah sangat senang berada disini, Aku butuh mereka”
Aku diam sejenak
“Aku g bisa pergi”
Aku hanya diam sejenak sambil mengusap air mataku
“buatku disini adalah rumahku”
“Mungkin kamu benar, Papa akan tunggu kamu sampai kamu mau tinggal bersama Kami, Papa ingin membayar semua kesalahan Papa dulu.”
Aku hanya diam berusaha mencerna semua yang ada dihadapanku saat ini.
“Papa mohon pikirkan tawaran Papa. Tapi Papa bolehkan menjenguk kamu kembali?” Aku hanya tersenyum datar
Setelah itu Papa pulang tak lupa dia mencium keningku untuk pertama kali. Rasanya hangat dan penuh kasih sayang.

Aku hanya bisa menjatuhkan tubuhku ke kasurku, Belum sempat Aku ganti baju atau apapun Aldo meneleponku
“Ya Al” Sapaku
“Udah pulang?”
“Udah dari tadi”
“Jadi di jemput Kak Dhimas?”
“g” Jawabku sependek mungkin, Aku teralu lelah sampai sampai untuk mengobrol dengan Aldopun Aku g sanggup
“Trus Pulang sama siapa?”
“Tadi nebeng temen, Al Gue capek nih Gue tidur dulu ya?”
“Ya udah deh, met istirahat ya”
“Oh ya Al, ntar ke rumah gue ya? Gue mau cerita sesuatu”
“Oke”
Setelah Aldo menutup teleponnya Tiba tiba HPq berbunyi kembali. Aku hanya menghiraukannya karena itu bunyi sms, pikirku mungkin bisa dibaca lain waktu.

Jam5 sore Aku bangun dari tidurku karena ini malam minggu Aku merias diri secantik mungkin sambil berharap Aldo datang. Dan tiba tiba aja jam 7 ada yang mengetuk rumahku, Secepat kilat Aku menyambar pintu sambil senyum senyum mengira itu Aldo
“Nick” jawabku lemas
Aku terkaget saat yang kulihat bukan Aldo tapi Nick
“Loe mau pergi ya?” Tanyanya saat melihatku sudah rapi
“Emm... g juga sih, Oh ya ada perlu apa?”
”Loe g baca sms Gue ya?”
“Ha?”
“Tadi Gue sms Loe, Gue mau ngajak Loe keluar. Loe g ada acara khan?”
“Em... “
Belum sempat Aku menjawab pertanyaan Nick, terdengar suara salam dari luar dan saat kulihat ternyata itu Aldo. Aku bingunng dengan kejadian ini, baru kali ini Aku merasa Aku g ingin Aldo ada disini.
“Aldo?!!” Aku tersentak kaget
“Oh Sory, Kayaknya Gue ganggu Loe” Jawabnya sambil memasang muka penuh kecemburuan. Aldo berbalik hampir pergi tapi Aku langsung menarik tangannya.
“Al.. Jangan pergi”

Nick dari belakang menepuk pundakku tiba tiba
“Sory Din... sebaiknya Gue pulang aja”
“Sory ya Nick” Jawabku Nick hanya tersenyum lalu pergi.
Tangan Aldo masih ada dalam genggamanku, Aku takut kalau Aldo pulang sebelum mendengarkan penjelasanku.
“Al, Tadi itu bukan seperti yang Loe pikir” jawabku dengan mata hampir menangis
Aldo hanya diam sambil berusaha menghempaskan tanganku yang masih menggenggam erat tangannya.
“Gue sama Nick g ada apa apa. Kita Cuma teman, lagi pula dia khan cowoknya Erika. Please Al percaya sama Gue”
“Din... Gimana Gue bisa percaya sama Loe, Ini bukan yang pertama Gue lihat Loe jalan sama Nick.”
Aku kaget mendengar perkataan Aldo
“Gue sering lihat loe bareng Nick, dan perlu Loe tahu Gue juga tahu kalau akhir akhir ini Loe sering bohong ma Gue”

Aku g tahu lagi bagaimana menghadapi semua ini. Akhirnya kejadian yang Aku takutkan terjadi juga, Aldo salah paham mengenai kejadian ini.
“Al... dengerin penjelasan Gue”
”Udahlah Din... Gue g tahu lagi harus gimana, Sampai sebelum gue lihat kejadian tadi Gue masih berusaha buat percaya sama Loe, tapi Gue g tahu sekarang”
”Loe g percaya Gue?” Tanyaku dengan nada hampir menangis dan Aldo hanya diam dan tersenyum kecut.
“Please Al dengerin Gue”
“Gue g tahu Din, Gue memang sayang Loe tapi mungkin sebaiknya kita break dulu aja. Gue butuh waktu buat sendiri”
“Kita putus? G Al, Gue g bisa”
“Loe harus bisa, Gue Cuma nunggu sampai Loe bisa menjaga kepercayaan Gue lagi. Dan sampai Gue bisa percaya lagi sama loe”
“Tapi sampai kapan Al... Loe harus dengerin Gue dulu”
Aldo hanya tersenyum pahit sambil tangannya mengambang seperti ingin mengelus rambutku tapi g jadi. Aldo menghentikannya.

Aku serasa g bisa berdiri lagi setelah mendengar pernyataan Aldo. Rasanya Aku hampir saja menjatuhkan airmataku saat Aldo melepaskan tangannya dari genggamanku
“Al...”
Setelah kepergian Aldo barulah Aku menangis di kamarku. Aku g tahu lagi bagaimana caranya Aku bisa menghentikan tangisanku. Aku g sanggup kehilangan Aldo. Aldo itu segalanya buat Aku.

Aku mengambil foto Aldo yang sedang memelukku. Aku memandangi foto itu lekat lekat sambil tetap menangis. Aku berpikir apa senyuman dan pelukan itu g akan lagi ada untukku lalu Sampai kapan Aldo akan seperti ini, sampai kapan Aldo bisa percaya Aku lagi.
“Al Gue minta maaf.. hiks.. Gue...Gue g bermaksud menghianati Loe, Gue sayang sama Loe Al...”
Aku kembali meneteskan airmata ke atas foto itu... Butuh banyak tisu untuk menghapus air mataku saat ini
“Aldo, Gue cinta Loe Al...”
Aku g tahu berapa lama Aku tertunduk memandangi foto Aldo dan Aku g mau tahu, Aku g nyangka semua ini bisa terjadi... Aku bingung...
Aku tahu Aku memang salah berbuat seperti ini, tapi Aldo juga perlu tahu yang sebenarnya. Berkali kali Aku menghubungi Aldo tapi tak pernah sekalipun Aldo menjawabnya. Aku terus menangis, mungkin bagi orang lain Aku terlalu berlebihan tapi seperti itulah Aldo dimataku. Aldo adalah segalanya.

Setelah itu Aku g keluar dari kamarku. Aku terus menangis, rasanya menangis adalah sebuah keharusan bagiku untuk saat ini. Dulu awal pacaran kita memang sering bertengkar. Dulu Aldo sangat g suka dengan aku yang manja, Kita g bisa memahami satu sama lain tapi g pernah sekalipun Aldo bicara masalah putus. Ini pertama kalinya Aldo bilang seperti itu.

Pagi harinya Aku terbangun dengan foto masih dalam pelukanku, mataku sembab, tubuhku rasanya lemas sekali. Aku g pernah merasakan patah hati selama ini, Aldo cinta pertamaku. Aku cinta dia, Amat sangat cinta.

Aku membasuh mukaku berkali kali tapi bengkak dimataku karena menangis semalam tak juga hilang, Akhirnya Aku memutuskan untuk tetap dirumah dan tidak kesekolah. Aku g mungkin bisa mengisi otakku selain dengan Aldo.
“Din.. Ayah ma Ibu udah nunggu tuh, Loe g sarapan?” Tanya Kak Dhimas saat Dia masuk kamarku untuk mengajak sarapan
“G?!! Aku g enak badan nih kak, bilang ke Ibu ya Aku g berangkat sekolah”
Kak Dhimas hanya tersenyum sambil mengelus kepalaku sebentar lalu keluar.

Tak berapa lama setelah itu Kak Dhimas kembali lagi kekamarku.
“Kenapa Kak?” Tanyaku sambil berusaha duduk kembali
“G apa? Loe abis nangis ya?”
Aku hanya diam
“Loe bertengkar sama Aldo?”
Aku hanya mengangguk menyetujui sambil memasang muka hampir menangis karena Aku ingat kejadian kemarin.
“Loe boleh nangis kok”
Kak Dhimas melebarkan tangannya sambil mendekatkan tubuhnya kepadaku, tanpa ragu Aku langsung masuk dalam pelukannya. Aku menangis dalam dada Kak Dhimas, Kak Dhimas hanya diam sambil mendengarkan Aku menangis. Lama sekali Aku menangis dalam pelukannya, tak tahu sudah berapa lama Aku menangis dan berapa kali Kak Dhimas mengusap air mataku. Lelah Aku menangis, Aku menghentikan tangisanku. Sambil terisak Aku melepaskan pelukanku dari Kak Dhimas
“Loe ada apa sama Aldo?”
Sambil terisak tangis Aku menjelaskan semuanya, sesekali Aku mengeluarkan tangisanku lalu Kak Dhimas menghapus air mataku. Kak Dhimas hanya diam mendengarkan tanpa berkomentar apa apa sebelum aku selesai berbicara.
“Kak Aku harus gimana?”
“Loe g cinta kan sama Nick?”
Aku hanya menggeleng
”Loe beri Aldo penjelasan apa yang sebenarnya terjadi. Gue yakin Aldo pasti ngerti”
Aku g yakin dengan ucapan Kak Dhimas saat ini. Aldo sudah g percaya Aku lagi

Kak Dhimas masih menemaniku di kamar untuk mendengarkan curhat dan tangisanku. Dia juga menenangkan hatiku, menghiburku. Aku beruntung punya Kakak seperti Kak Dhimas
“Loe harus semangat, Hidup loe itu masih panjang” Nasehatnya yang kesekian kalinya untuk hari ini

Hari ini rasanya Aku berhasil mengeluarkan semua cadangan air mataku untuk seumur hidupku, Aku berhenti menangis pada malam itu. Padahal baru kemarin malam Aku putus dengan Aldo tapi rasanya sudah berhari hari Aku g melihat Aldo, Aku kangen sama Dia. Biasanya setiap hari Aku selalu melihat dia, mendengar suaranya juga mendapat senyuman dan perhatiannya tapi sekarang lain Aku sudah bukan siapa siapa Aldo lagi. Aku yang menghancurkan semua ini.

Aku melamun dengan mata hampir menjatuhkan air mata ketika Aku teringat Aldo sampai akhirnya Aku tersadar oleh dering dari Handphone ku
“Ada apa Rik?”
Tak ada jawapan dari sana, Yang Aku dengar hanya suara tangisan dari seorang cewek
“Loe kenapa?” Tanya ku heran
Erika masih menangis aku tak dapat mendengar apa yang dibicarakannya karena tertutupi oleh tangisannya
“Rik... Loe jangan nangis dulu. Gue g ngerti omongan Loe”
Erika berusaha menghentikan tangisannya dan mencoba mengatur perkataanya
“Din... Hiks... Semuanya sia sia Hiks... “
“Gue g ngerti maksud Loe”
“Nick hiks... mutusin Gue... Hiks...”
Aku terkaget sampai tak bisa memberi tanggapan apa apa. Aku tahu bagaimana sakitnya kehilangan orang yang dicintai. Tak terasa air mataku juga ikut mengalir
“Rik.. Jangan nangis ya”
Erika masih terus menangis
“Dia bilang Hika.. Dia hiks... bilang hiks... sudah hiks... punya cewek lain hiks.. ”
Aku menjadi semakin bingung dengan Nick, selama Aku cari tahu tentang dia. Nick bilang dia g punya cewek.
“Loe yakin?”
Erika hanya tetap menangis
“Dia pernah bilang sama Gue dia g punya cewek lain”
“Hiks... Hiks... Gue hiks.. g tahu...”
“Y udah Loe tenang dulu aja ya”
“Gimana Gue bisa tenang Din.. Hiks...Loe bisa ngomong gitu karena Loe g ngerasainnya”
“Sorry, tapi Loe harus tenang dulu”
Aku g bilang kalau aku putus dengan Aldo. Aku g mau Erika ikut memikirkannya.
“Loe benar hks hiks.. Ya udah ya”
”Okey”
Erika masih menangis saat akan menutup teleponnya tadi. Mungkin yang dirasakan sama denganku saat Aldo memutuskanku. Aku tahu gimana sakitnya hati ini.

Aku kemball mengambil foto Aldo. Aku memandanginya lekat lekat, kadang aku masih g percaya kalau Aku dan Aldo sudah putus hubungan seperti sekarang. Aldo juga g menghubungiku dan Aku juga g berani menghubunginya lagi.

Keesokan paginya Aku hanya duduk di kamar setelah membuka mata dari tidurku. Untung saja ini hari libur nasional. Aku g perlu memperlihatkan mataku yang bengkak kepada semua orang di sekolah.

Aku hanya diam lalu tersadar oleh ketukan pintu kamar dari luar.
“Din..?!!” Suara Ibu memanggilku dari luar.
Aku bergegas turun dari kasur untuk menemui Ibu diluar
“Ada apa Bu?”
”Teman kamu nyariin tuh?”
”Siapa?”
“Nick”
Aku g berpikir panjang dan langsung turun kebawah menemui Nick. Tak peduli walau Aku masih memakai baju tidurku.
“Nick?”
“Hi Din”
Nick hanya tersenyum. Aku lalu duduk di hadapannya
“Ada apa?”
Nick hanya diam sejenak
“Gue mau minta maaf”
Aku hanya memasang wajah tanya. Aku g menyangka seorang Nick mau meninta maaf.
“Gue mau minta maaf atas kejadian kemarin. Loe pasti bertengkar ya sama Aldo?”
”G apa kok Nick, itu bukan salah Loe kok. Wajarlah kita bertengkar.” Nick hanya tersenyum tersenyum kecut merasa bersalah

“Udahlah Loe jangan ngerasa bersalah gitu. Gue g apa apa kok” Kataku sambil ikut tersenyum
“Loe belum mandi ya?”
Aku tersadar ternyata Aku masih memakai baby dollku lalu Aku tersenyum kembali
“Loe mandi dulu sana”
“Emang kenapa?”
“Gue mau ngajak Loe pergi, itung itung sebagai maaf Gue yang kemaren. Gimana mau g?”
Aku tak berpikir lama untuk mengiyakan. Aku memang butuh sebuah refresing. Aku juga butuh menyegarkan otakku biar g stress. Dan juga Aku butuh melupakan Aldo.
“Gue mandi dulu ya”
Aku bergegas mandi dan merapikan diriku. Lalu cepat cepat Aku keluar menemui Nick.
“Bu aku pergi dulu ya”
“Hati hati ya”
Sebelum berangkat tak lupa Aku dan Nick pamit dulu sama Ibu. Sama halnya dengan Aldo, Ibu juga percaya dengan Nick.
“Kita mau kemana?”
“Terserah Loe deh”
“Nge games aja yuk”
Nick hanya tersenyum lalu membawaku game center. Entah kenapa aku merasa nyaman bersama Nick Aku bisa kembali menata hidupku walau tanpa Aldo. Aku bisa tertawa menikmati semua permainan. Aku juga bisa melupakan masalahku dengan Aldo walau hanya sejenak.

Setelah selesai, kami keluar dari game center dan mencari makanan.
“Thanks ya Nick”
Nick hanya tersenyum keheranan
“Thanks buat hari ini. Gue seneng”
“Gue juga kok. Gue seneng liat Loe bisa tertawa lagi”
Aku kaget dengan kata kata Nick apalagi saat Nick tiba tiba meraih tanganku. Sesaat sendok dan garpu yang ku pegang langsung jatuh kepiring.
“Din.. Gue cinta Loe”
Aku g bisa berkata apa apa. Yang aku tahu sekarang aku sangat kaget mendengar pernyataan Nick
“Sory buat Loe kaget seperti itu, tapi ini benar, Gue sayang Loe Din. Mungkin Gue memang punya catatan buruk di mata Loe tapi gue bukan Nick yang dulu. Gue sudah berubah dan itu semua berkat Loe”
“Nick.. Loe bercanda kan?”
“Gue serius. Gue benar benar Cinta Loe”
Aku hanya diam. Bukannya Aku g percaya kalau dia sedah berubah tapi hatiku g bisa nerima Nick sebagai pengganti Aldo
“Kenapa? Loe g enak sama Erika?”
Aku hanya diam kembali. Mungkin kata Nick benar tapi Aku belum bisa melupakan Aldo. Aku masih mencintainya. Aku ragu untuk memulai suatu hubungan lagi.
“Gue sudah putus sama dia”
“Gue tahu”
”Lalu?”
“Tapi Nick, Loe g bisa begitu aja sama Erika. Dia beneran cinta sama Loe”
“Tapi loe juga harus tahu Gue juga cinta sama Loe. Cinta itu g bisa dipaksa. Dulu emang Gue cinta Erika tapi sekarang gue cintanya sama Loe”
“Gue.. “
Belum sempat aku menyelesaikan pembicaraanku tiba tiba ada seorang cewek datang menghampiri kami. Dan dia adalah Erika
“Din.. Loe penghianat” Erika datang ke meja kami sambil marah marah. Tak Cuma Nick yang melihat Erika memaki maki aku tapi semua orang di cafe juga melihat Erika marah marah
“Rik, dengerin Gue dulu”
“Udahlah, ternyata benar apa yang Raini bilang. Loe itu jahat .” Makinya seranya meninggalkan aku dan Nick. Aku cepat cepat mengejarnya disusul dengan Nick dibelakangku.
“Please Rik dengerin Gue”
Aku meraih tangannya. Tapi Erika langsung menghempaskanya begitu saja
“G ada yang perlu Gue dengar. Gue lihat dengan mata kepala gue sendiri Loe pegangan tangan dengan Nick. Loe jahat “
“Tapi Gue...”
“Udahlah. Raini benar Loe itu cewek murahan” Makinya keras keras. Aku diam sambil melepas tangan Erika lalu tanpa disangka Nick menampar pipi Erika.
“Cukup Rik?!!!” Bentak Nick. Erika masih memegangi pipinya dan matanya ampir menangis
“Bukan Dinda yang deketin Gue tapi Gue yang deketin Dinda. Dan satu hal yang perlu Loe tahu Gue cinta sama Dinda” Nick berteriak sekeras mungkin dihadapan Erika. Erika menangis dan langsung pergi dengan refleks aku pun mengerjarnya. Saat aku berhasil meraih tangannya. Erika menoleh dan memandangku dengan tatapan penuh kebencian.

Tak lama setelah itu Nick menghampiriku. Air mataku rasanya mau menetes.
“Udahlah Din”
“Loe g tahu Nick.. Erika itu sobat Gue. Loe bisa bilang kayak gitu karena Loe g ngrasain Nick”
“Iya maaf, Kita pulang aja yuk”
Aku hanya diam saat tangan Nick meraih bahuku dan menuntunku ke mobilnya
Dimobil aku hanya diam, Nick juga g mengajakku berbicara tapi sesekali dia menengok kearahku.
Akhirnya sampai juga dirumahku. Sesaat sebelum aku turun dari mobilnya Nick meraih tanganku.
“Sorry ya Din, Gara gara Gue Loe jadi seperti ini”
“G apa kok Nick, Bukan salah Loe kok kalau Erika marah sama Gue” Jawabku sambil tersenyum.
“Besok Gue boleh jemput Loe g?”
“Nick.. jangan nambahin masalah yang udah ada dech.. Erika akan semakin benci sama Gue”
“Tapi dia g berhak benci sama Loe, Gue bukan pacar Erika lagi, dan Gue berhak donk jalan sama siapa aja. Termasuk Loe”
”Tapi Nick..”
“Apa teman g boleh jemput temannya?”
“Ya.. boleh sih”
“Jadi Gue boleh donk jemput Loe besok”
“Sebagai teman” tambahnya
Aku hanya tersenyum lalu turun dari mobil Nick.

Saat sampai diruang tamu aku melihat Ayah sedang duduk bersama seorang pria paruh baya dan saat kulihat dengan jelas dia orang yang mengaku Papaku.
“Din?! Kamu darimana?” Tanya Papa lembut padaku sambil mengisyaratkanku untuk duduk disampingnya. Aku menurutinya.
“Jalan sama teman” Jawabku sesingkat mungkin. Aku g tahu harus bagaimana aku bersikap padanya.

Ayah lalu meninggalkan kami berdua. Aku bingung harus berbuat apa, walaupun dia Papa kandungku tapi selama 17 tahun ini aku g pernah tahu sedikitpun tentang dia, baru kemarin aku melihatnya.
“Kamu sudah pikirkan tawaran Papa kemarin?”
Aku menggeleng Bukanya aku g mau tapi aku masih banyak masalah yang aku hadapi sekarang ini
“Maaf”
“G apa apa. Papa tahu pasti sulit buatmu menerima Papa”
Aku hanya diam. Aku masih bingung harus bicara apa sama Papa. Aku g kenal dia. Kita Cuma baru ketemu 2 kali. Aku butuh waktu yang lebih banyak lagi untuk memutuskan semua itu.
“Lagipula Papa kesini Cuma ingin lihat keadaan kamu. Papa khan sudah bilang Papa ingin memperbaiki semuanya”
Aku tersenyum. Papa bukan seperti Mama. Dia baik dan sepertinya sayang sama Aku.
“Kita keluar yuk? Papa ingin tahu lebih banyak tentang kamu”
Aku menyetujuinya. Aku pikir apa salahnya jika aku dekat dengan Papa yang selama ini aku cari.

Kita duduk duduk di bangku taman berdua. Aku merasa sudah lebih mengenal Papa. Papa banyak bercerita tentang kehidupannya selama ini. Bagaimana keluarganya saat ini. Dia juga bercerita kalau dia juga berusaha mencariku
“Pa... Aku mau tanya sama Papa”
“Tanya apa?” Jawabnya sambil mengelus rambutku
“Kenapa dulu Papa meninggalkanku?”
Papa diam g bisa menjawab
“Apa Papa tahu? Mama g pernah mau merawatku”
Papa terdiam dia menoleh ke arahku, aku tahu itu. Dalam tatapan matanya ada sebuah kekecewaan
“… tapi aku beruntung Ibu mau merawatku. Orang yang seharusnya aku panggil tante kini jadi Ibuku”
Papa hanya diam seperti merenungi kesalahannya
“Tapi papa g usah khawatir, Aku senang punya keluarga seperti Mereka, Mereka sayang sama aku”
“Papa minta Maaf”
“Aku mungkin g bisa marah sama Papa tapi aku juga g tahu apa aku bisa memaafkan Papa”
Papa semakin diam. Dia diam seribu bahasa begitu juga denganku. Lama sekali kita diam sampai akhirnya Papa membuka mulutnya juga.
“Maafin Papa” Katanya sambil tangannya berusaha merengkuhku, Aku hanya diam menurut dan masuk dalam pelukannya.

Akhirnya Aku tahu juga bagaimana rasanya pelukan Papa kandung. Setelah bertahun tahun akhirnya Aku merasakannya. Pelukannya hangat dan penuh kasih sayang yang hanya untukku.
“Dulu keluarga Papa g sanggup menanggung semuanya, makanya mereka melarikan papa”
Mendengar jawaban Papa amarahku mulai memuncak, Aku melepaskan pelukannya
“Apa saat itu Papa g pernah berpikir bagaimana nasib aku selanjutnya? Kenapa Papa g berusaha lari menemui Mama”
Papa kembali diam
“Semua orang memandangku sebelah mata bahkan Mama yang aku harapkan juga membuangku”Jawabku dengan mata berkaca kaca Aku g tahu lagi kapan air mataku mulai mengalir.
“Maaf.. Maaf.. Papa minta maaf, Kamu boleh marah sama Papa tapi tolong maafkan Papa”
Papa meraih pundakku kembali. Aku mungkin salah sudah menghakiminya seperti itu. Aku kembali memeluk Papa.
“Mungkin saat ini Aku belum bisa memaafkan Papa, Tapi aku akan berusaha. Aku akan mencoba menyayangi Papa”
Papa kembali memelukku. Pelukannya lebih erat dari yang tadi, Aku juga lebih nyaman sekarang. Kuhirup aromanya dalam dalam dan tak terasa air mataku pun ikut keluar.

“Makasih ya Pa” Kataku saat sudah sampai rumah
Papa hanya tersenyum
“Papa yang harusnya berterima kasih, tapi Papa mohon pikirkan permintaan Papa”
Aku hanya tersenyum. Papa lalu pergi meninggalkanku setelah kembali mencium keningku sebentar.

Saat Aku kembali ke kamar aku kembali teringat tentang masalahku dengan Erika. Aku bingung harus gimana dengan Erika, masalah dengan Aldo aja Aku belum bisa menyelesaikannya ditambah Aku harus memberi keputusan untuk Papa dan Nick. Kepalaku rasanya sangat sakit saat aku memikirkan jalan keluar untuk semua masalahku. Biasanya semua orang ada untuk membantuku, terutama Aldo tapi sekarang dia g ada.

Keesokan harinya Nick datang menjemputku seperti janjinya. Entah kenapa sekarang Nick selalu ada untukku.
Saat sampai di sekolah, seperti biasa Raini dan temannya selalu memandangku rendah, mungkin memang salahku kali ini. Aku ke sekolah dengan Nick.
“Udahlah, G usah pedulikan mereka” Kata Nick.
Mungkin benar apa kata Nick, Aku lalu berjalan berdampingan dengan Nick. Saat berjalan pun aku berusaha menjauh dari Nick, Aku masih merasa g enak jika Erika salah paham kembali tentang aku dan Nick.

Saat Aku masuk kekelas aku merasa lega karena Erika belum datang, Jadi dia g akan tahu kejadian tadi. Bukannya aku takut atau apa tapi aku merasa g enak aja sama dia
“Rik.. “ Sapaku saat Erika berada di depanku. Dia sedang mencari sesuatu di belakang dan g memperdulikan sapaanku.
“Santi ?!! Gue duduk sebelah Loe ya?” Teriaknya sambil mengacuhkanku. Rasanya air mataku sebentar lagi menetes, Aku udah g sanggup lagi dengan semua ini. Aldo dan Erika udah mengacuhkanku, mereka udah g menganggapku lagi.

Aku kembali merasa bosan walau ini adalah waktu istirahat, g ada yang bisa aku ajak bicara. Dan yang paling mengagetkanku, sekarang Erika akrab dengan Raini musuh besarnya.
“Rik... Gue mau ngomong sama Loe” Pintaku saat Erika sedang duduk dikantin dengan Raini cs. Erika mengacuhkanku kembali. Dia malah sibuk dengan Raini.
“Rik, Gue mohon dengerin Gue”
Erika membanting sendoknya ke piring dan langsung berdiri.
“Apa yang mau Loe omongin? Gue udah g percaya Loe lagi”
”Tapi Rik...”
Erika hanya diam dan hendak pergi meninggalkanku.

“Udahlah, Erika udah bilang khan Dia g mau ngomong sama Loe” Bentak Raini padaku
“Diam deh Loe?!! Gue g ada urusan sama Loe” Bentakku kembali. Baru kali ini aku mau membalas Raini.
“Rik. Gue minta maaf” Aku meraih tangannya tapi Erika langsung menghempaskanku dengan keras sampai Aku terjatuh.
“Denger baik baik ya, Gue g mau denger omongan Loe lagi” Jelasnya dengan suara menahan marah, Semua orang melihat kearah kami, Aku masih terduduk dilantai kantin saat Erika dan yang lainnya hampir meninggalkanku, tapi tiba tiba Nick datang dan mencegah mereka pergi
“Kalian itu apa apaan sih” Bentak Nick sambil membantuku berdiri
“Kalian harus minta maaf sama Dinda?!! Cepat?!!” Bentak Nick. Sempat aku melihat wajah Nick yang marah, juga wajah Erika yang hampir menangis
“Nick, Loe itu salah?!! Dinda yang harusnya minta maaf sama Erika. Dia yang merebut Loe dari Erika”
Aku hanya Diam saat Raini bilang seperti itu. Hatiku rasaya semakin teriris saat tau melihat Erika meneteskan setitik airmatanya.
“Gue bukan barang yang bisa dibuat rebutan, dan asal Loe tahu Gue cinta Dinda”
Erika pergi meninggalkan pertengkaran ini. Aku melihat Dia berlari sambil mengusap airmatanya.l Raini cs juga ikut pergi meninggalkanku dengan Nick.
“Dasar cewek murahan” Umpatnya sebelum meninggalkan kami.
Nick masih memegangi pundakku saat mereka pergi. Dia juga menuntunku untuk duduk.
“Loe g apa apa?”
”Kenapa tadi Loe harus nolong Gue”
“Apa salah?”
Aku hanya diam sebentar
“Tapi Nick Erika jadi tambah marah sama Gue.. Loe juga harus mikirin perasaan Dia, Dia pasti terluka saat loe bilang Loe cinta sama Gue”

Nick hanya diam. Melepas tanganku dan tertunduk
“Loe juga g pernah ngrasa khan kalau Gue juga terluka saat Loe nyalahin Gue karena Gue cinta Loe”
Aku hanya bisa diam. Mungkin Nick benar, bukan salah dia atau salah siapapun jika akhirnya Erika benci Aku. Ini semua salah Aku, Aku yang g bisa menjaga perasaannya.
“Sorry Nick.. Gue g bermaksud..”
“G apa apa kok”
Sesaat setelah itu bel masuk berbunyi, Nick mengantarku menuju kekelas.

Saat pulang sekolah tiba tiba HPq berdering. Ada telepon masuk dari nomer yang g dikenal.
“Halo” Sapaku
“Dinda.. Ini Papa”
“Ada apa Pa?”
”Kamu cepat keluar ya? Papa udah ada di depan sekolah kamu”
Aku terkaget sebentar tapi akhirnya Aku mengiyakan. Semakin lama Papa semakin perhatian padaku, Dia menunjukkan kasih sayangnya sama aku.

Seperti permintaan Papa, Aku menghampiri mobil Papa yang berada tepat didepan gerbang sekolah tapi anehnya disana ada Raini. Yang membuat aku lebih kaget Dia ada bersama Papa.
“Dinda” Papa menyapaku yang masih keheranan dengan adanya Raini
“Ada urusan apa Papa dengan Dia?” Raini heran saat aku menyapa Papa.
“Raini.. Ini anak Papa namanya ...”
“Aku udah tahu. Dinda khan?” Jawabnya ketus
Aku semakin g mengerti kenapa Raini bisa bersama Papa, dan yang tambah membuatku bingung kenapa Raini juga memanggilnya Papa.

“Raini anak Papa?” Tanyaku ketus. Raini juga merasa benci sekali sama Aku.
“Iya. Papa kan udah pernah cerita sama kamu, Papa udah punya anak”
“Tapi kenapa g bilang kalau itu Raini” Bentakku tanpa sadar.
Raini hanya marah sambil masuk kedalam mobil dengan membanting pintu.
“Maafin Papa, Kamu ada masalah sama Raini?”
Aku hanya diam lagipula g mungkin kan aku mengatakan kalau kami musuhan gara gara cowok.
“Kalau memang ada masalah kita selesaikan di dalam aja ya.”
“Udalah Pa, sepertinya Raini juga g mau Aku ada disini.”
“Tapi Din..”
“G apa apa kok Pa, mungkin kita bisa lanjutin lain waktu. Aku sedang g ingin bertengkar dengan Raini”
Aku menyuruh Papa untuk kembali kemobilnya. Saat ini mungkin inilah yang terbaik buat kami.

Setelah kejadian itu aku g langsung pulang, aku duduk sebentar di bangku depan sekolah. Tiba tiba Nick datang menghampiriku dengan motornya
“Tadi siapa, Din?”
“Bokap Gue” jawabku singkat
“Bokap Loe? Kok beda sama yang dirumah?” Tanyanya heran
“Dia bokap kandung Gue”
Aku melihat wajah Nick semakin keheranan
“Udalah g usah dipikirin segitunya. Singkatnya bokap Gue ada 2”
“Kenapa tadi ada Raini?”
“Kalau itu Gue g bisa jawab. Gue juga g tahu soalnya”
Nick semakin keheranan, Aku bisa melht dari wajahnya kalau dia sangat heran.
“Loe g pulang?”
“Lagi nunggu Loe ngasih tebengan?” Jawabku sambil tersenyum
Nick juga ikut teersenyum dan mengisayaratkanku untuk naik ke motornya
“Thanks ya Nick” Kataku saat ada di motor Nick
“Mau pulang langsung nih?”
“Iya lah emang mau kemana lagi?”
“Kemana gitu? Anak mami banget. Pulang sekolah langsung pulang”
”Yaiyalah Gue anak nyokap Gue, masak anak tetangga sih”
Nick tersenyum

“Masuk dulu yuk?” Kataku saat kita sudah sampai dirumah
“g usah. Ntar sore Gue ada tanding”
“Tau gitu kanapa tadi ngajak jalan?”
“Soalnya Gue tahu, Loe pasti g mau gue ajak jalan” Kata Nick sambil tersenyum. Aku hanya ikutan tersenyum

Malam harinya Papa datang. Seperti biasa Dia mengajakkku pergi walau hanya sekedar untuk makan malam.
“Din Tadi siang maaf ya”
“Udahla Pa, G usah dibahas lagi”
Papa diam sebentar, Aku juga hanya menunggu dia berbicara sambil memakan makananku.
“Dia Anak dari Isri Papa yang sekarang, kamu ada masalah dengan Dia?”
Aku hanya mengangguk
“Masalah apa? Mungkin Papa bisa bantu?”
“Masalah anak muda, Cuma salah paham kok” jelasku dengan seulas senyum
“Jangan salah kamu, Gini gini Papa juga pernah muda lho?”
“Masa sich... ?” Ledekku, Papa hanya tertawa kecil sambil mengusap rambutku.
Hari ini aku jadi semakin mengerti bagaimana sebenarnya Papa. Dari hari ke hari Papa semakin sayang sama Aku. Mungkin aku juga bisa sayang sama dia. Papa juga setiap hari selalu datang kerumah.

Sudah 1 minggu aku putus dengan Aldo. Sekarang hidupku diisi oleh Nick. G bisa aku bayangkan sebelumnya jika sekarang aku dekat dengan Nick, cowok yang paling bikin aku illfeel karena keplayboyannya. Selama ini Nick baik banget sama aku. Bukannya Aku sudah lupa dengan Aldo tapi Nick membuatku g ingat dengan semua masalahku.

Sejak dengan Nick, Erika juga g pernah lagi mau menegurku. Setiap hari aku sudah berusaha mengajak dia berbicara tapi Dia malah mengacuhkanku. Masalah dengan Raini pun belum selesai, sepertinya dia semakin g suka sama Aku. Mungkin dia berpikir aku akan merebut Papa dari dia.

Hari inipun banyak sekali hal yang aku lewati dengan Nick. Setiap hari selalu ada Nick. Aku juga g tahu kenapa semakin lama aku semakin lupa dengan Aldo, tapi walaupun lupa aku g bisa lupa cara mencintainya kembali. Aku masih cinta dia, g ada yang bisa menggantikan Aldo, Meskipun itu Nick sekalipun.

Kadang aku masih saja menangis jika melihat foto Aldo, g ada yang beruah di kamarku, letak foto Aldo juga masih sama. Walau ada Nick, hatiku tetap untuk Aldo.

“Al... Aku kangen Al sama kamu...”
G terasa aku kembali meneteskan air mataku. Aku g tahu berapa lama aku menangis sampai sampai aku g tahu saat Kak Dhimas datang ke kamar.
“Loe kenapa?” Tanyanya sambil duduk di sebelahku. Aku masih menangis
Aku hanya diam dan masih menangis. Kak Dhimas meraih foto yang ada dihadapanku
“Udahlah Din. Loe g bisa seperti ini terus”
Aku masih menangis dengan suara agak tertahan.
“Loe ada masalah lagi? Kalau mau Loe bisa kok cerita ma Gue”
Aku beringsut ke pelukan kak Dhimas masih dalam keadaan menangis. Mungkin semua orang akan bilang aku bodoh atau bahkan aku gila mengangis gara gara putus cinta. Tapi inilah kenyataanya, aku memang menangis. Rasanya ingin sekali kembali pada saat aku harus menolak permintaan Erika tapi aku hanya bisa kembali menangis karena aku tahu itu sangat g mungkin

“Kak... hiks.. Aku kangen sama Aldo” dengan sedikit menangis aku menjelaskan pada Kak Dhimas
Kak Dhimas hanya terdiam dan tetap memelukku, mengelus elus rambutku. Aku masih tetap menangis.
“Mungkin ini memang yang terbaik buat kalian Din.. Loe jangan nangis terus”
Aku g menghiraukan nasehat kak Dhimas dan tetap menangis.
“tapi Kak, Aldo cuma salah paham. Aldo pikir aku jadian sama Nick” jelasku dengan tangis
Kak Dhimas melepaskan pelukannya
“Loe g jadian sama Nick khan?”
Aku menggeleng
“Tapi.. kemarin Nick nembak aku..”
Kak Dhimas terdiam
“Gue pikir loe harus tegas dengan perasaan loe sendiri, Loe harus berusaha dapatin Aldo lagi kalau loe emang masih cinta sama dia.”
Kak Dhimas terdiam sebentar
“lagipula kasihan Nick kalau loe kayak gini terus”
Benar kata kak Dhimas. Aku harus bankit. Aku harus menyelesaikan semua masalahku satu persatu. Masalah dengan Papa dan raini, Erika dan Nick juga aku harus meluruskan masalahku dengan Aldo.

“Din, gimana kalau besuk loe ikut gue ke kampus.”
Aku kaget dengan ucapan kak Dhimas
“Disana loe bisa ketemu Aldo. Loe bias jelasin semuanya ke Dia”
Mungkin itu adalah ide bagus dan aku akan mencobanya lusa
“Gimana kalau lusa aja Kak. Besuk ada ujian”
“Terserah kamu aja”
Kak Dhimas mengelus rambutku sebentar lalu keluar dari kamarku.

Keesokkan harinya. Seperti janjinya Nick datang menjemput.
“Loe g apa apa?” tanyanya saat melihat aku keluar dari rumah
Aku hanya tersenyum. Semalaman aku menangis, mungkin Nick sudah tahu hal itu.

Aku pergi kesekolah dengan membonceng Nick. Selama perjalanan kami mengobrol seperti biasa sampai akhirnya sampai juga di sekolah.
“Nick, Loe duluan aja…” Pintaku
“Kenapa? Loe g enak sama Erika?”
Aku diam
“Ya udah kalau loe g mau duluan, Gue aja yang duluan. Gue g bisa kayak Loe yang cuek dengan perasaan Erika. Gue duluan ya”
Aku berusaha berjalan lebih cepat dai langkahku biasanya. Aku g ingin Erika tahu tentnag ini walaupun Aku dan Nick g ada apa apa.

Aku berjalan menuju kelasku dengan sedikit berlari. Sampai dikelas Aku meletakkan tas di meja lalu duduk sambil menyandarkan kepalaku di meja. Aku malas untuk berbicara dengan siapapun, tidak juga dengan Vita teman sebangku baruku. Vita orangnya kutu buku jadi Aku kurang bisa akrab dengan dia.

“Gimana? Enak boncengan sama Nick. Dasar cewek murahan” Kudengar ada suara cewek berbisik saat dia jalan disampingku. Aku tahu bahwa itu adalah Erika. Aku g berusaha membalasnya. Aku yang salah. Aku merasa air mataku akan jatuh sebentar lagi. Aku masih menyandarkan kepalaku di meja sambil mendekapkan tanganku berusaha mengusap air mataku. Aku g kuat jika harus seperti ini terus. G ada yang bisa kubuat bersandar.

Hari ini Erika selalu menyindirku setiap kali dia lewat di depanku. Ini semua gara gara tadi pagi saat aku berangkat bersama Nick.Kenapa saat ada yang mencintaiku dengan tulus aku g boleh bersamanya… kenapa dengan Aldo gagal dan dengan Nick aku g bisa mencintainya? Kenapa aku tidak bisa kalau bukan Aldo? Apa aku memang g boleh bersama siapapun?

“Kak.. Kakak dirumah khan? Ntar jemput ya?” Aku menelepon kak Dhimas untuk memintanya menjemputku
“Iya sich.. emang g bareng Nick?”
“G.. Tolong ya Kak”
“Oke”

Hari ini aku merasa capek sekali dengan perasaanku. Rasanya aku ingin menjerit.. menangis.. marah.. aku ingin meluapkan segala yang aku pendam tapi ternyata aku g bisa. Aku hanya bisa diam. Aku sudah terlalu capek untuk menangis. Aku juga rasanya sudah mulai lupa gimana caranya aku tertawa.

Kak Dhimas menepati janjinya, Dia menjemmputku.
“Thanks ya Kak” Kak Dhimas hanya tersenyum lalu mengusap rambutku
Aku naik ke boncengan motor lalu mendekapnya sepanjang jalan pulang. Sampai dirumah aku kembali kekamarku Aku g menyangka kalau aku selemah ini… padahal dulu aku menganggap aku cewek yang kuat tapi aku salah

“Din..” Kudengar suara dari dekat. Aku membuka mataku dan kulihat Kak Dhimas disampingku sambil membawa sepiring nasi dan segelas air minum.
“Bisa ya tidur g lepas sepatu gitu”
Aku hanya tersenyum sambil melihat kakiku yang masih terbungkus sepatu dan lalu melepasnya.

Kan Dhimas menghampiriku
“Makan dulu nih. Kakak tahu kamu ada masalah tapi jangan mogok makan gini, Ibu cemas” Jelasnya dengan raut muka agak sedih
Aku tahu semua orang mengkawatirkanku, aku juga bukannya g mau makan, tapi raasanya tubuhku g bisa mnerimanya. Aku g tahu ini dimulai dari kapan tapi dari Aku ptus dengan Aldo dari hari ke hari aku semakin g bisa makan. G ada rasa lapar dalam tubuhku.

Aku mengambil sesendok nasi yang di sediakan kak Dhimas setelah dia pergi. Hanya sesendok lalu aku harus buru buru ke kamar mandi yang ada di sebelah kamarku untuk memuntahkannya. Aku tetap tidak bisa makan. Sebagai gantinya aku hanya minum air putih lalu kembali merebahkan diri.

Keesokan harinya aku bolos kesekolah. Aku akan ikut Kak Dhimas ke kampus. Aku ingin menjelaskan semua pada Aldo. Apa yang terjadi sebenarnya. Aku harus melakukan ini atau aku kehilangan Aldo. Berkali kali aku menelepon Aldo tapi tidak ada jawaban atau bahkan di reject. Aku harus bertemu Aldo.
“Din, Ntar berangkat jam setengah 10” jelas Kak Dhimas saat menemuiku di kamar.
“Thaks ya Kak, semoga aja Aku ketemu Aldo disana. Aldo harus tahu apa yang terjadi”
Kak Dhimas hanya tersenyum sambil mengusap pipiku
“Din… Loe sakit? Muka kamu pucat. Badan kamu juga agak panas”
“G kok kak”
“Jangan maksain diri”
Aku g mungkin bilang ke Kak Dhimas kalau aku emang g enak badan. Aku tahu ini karena aku udah g makan dari beberapa hari yang lalu.

“Ya udah kalau g apa apa. Kakak turun dulu ya. Ntar jam setengah 10 kita berangkat” jelasnya dan hanya kubalas dengan seulas senyum.

Sesuai rencana Aku dan Kak Dhimas dating ke kampus. Kak Dhimas dan Aldo ada dalam 1 kelas.
“Dhim siapa tuh? Cewek loe?” Tanya temannya
“Bukan” Jawab Kakak sambil lalu.
Aku tahu Aldo melihat ke arahku. Aku tahu itu. Rasanya air mataku hampir jatuh saat aku berusaha meliriknya. Aku kangen Aldo. Aku ingin bicara sama dia

“Din, Loe g nangis khan?” Tanya Kak dhimas di sela sela kuliah. Kami memilih duduk di belakang. Aldo ada di baris depanku dan agak ke kanan.
“G kok”
Bohong kalau aku bilang aku g menangis. Aku berusaha menahan air mataku. Aldo masih sama seperti biasanya. Pasahal Cuma 1 minggu aku g ketemu tapi ada banyak hal yang sepertinya terlewatkan olehku.

Akhirnya kuliah selesai juga. Aldo beranjak ke tempat parkir.
“Al?!!!” Panggilku sambil berlari mengejarnya
Aldo berhenti saat sampai di depan mobil yang diparkirnya
“Al.. Gue mau ngomong.. ” Aku meraih tangannya saat dia hendak masuk ke dalam mobil
“Al please…” Pintaku

Aldo berbalik menoleh padaku.
“Ada apa?” Tanyanya masih dalam nada yang lembut menurutku
Aku tediam. Darimana aku harus mulai berbicara? Apa yang harus kubicarakan? Lidahku rasanya kaku saat aku berhadapan dengan Aldo.

“Kalau g ada yang mau di omongin. Gue pulang dulu. Loe juga sebaiknya pulang, tuh kak Dhimas nyusul” jelasnya sambil masuk k mobil. Aku serasa meniyakan perkataanya. Aku g bisa mencegahnya untuk tidak pergi. Aku hanya diam sampai Kak Dhimas datang dan mobil Aldo pergi.
“Din” Aku mendengar suara Kak Dhimas makin lama makin menjauh tak terdengar olehku kembali. Kepalaku terasa berat semua terasa gelap.

Aku kembali membuka mataku dan saat aku melihat sekitar ternyata aku sudah ada di kamar. Ada Ibu, Ayah dan Kak Dhimas di sekelilingku
“Dinda.. Sayang.. kamu g apa apa?” Tanya Ibu sambil menaruh tangannya di keningku untuk mengecek suhu tubuhku
“G apa apa kok Bu”
“Masih sakit?” Tanya Ayah
“G kok Yah, uda agak baikan” Jawabku sambil tersenyum

“Biar ayah aja yang benerin masakan Ibu” Jawab Ayah sesaat setelah tercium bau gosong dari dapur
Kami bertiga masih bercerita dikamar dengan Ibu yang menyuapi bubur untukku sampai akhirnya terdengar suara ketukan pintu.
“Dhim, tolong suapi Dinda ya”
“Ya Bu”

“Tadi Aku kenapa Kak?”
“Loe pingsan, setelah Aldo pergi”
Aku terdiam.
“Maaf ya Kak”
“Kamu g saah kok” Kak Dhimas mengelus rambutku penuh kasih sayang. Kami hanya diam. Kak Dhimas masih tetap menyuapiku
“Din, Ibu masuk ya”
Ibu masuk dengan membawa seorang wanita.
“Mama…” Jawabku lemas
Mama datang. Dia melihat keadaanku yang masih lemah dan madsih tiduran.
“Din, Gue keluar aja ya”
Kak Dhimas meninggalkan Aku, Ibu dan Mama dikamar.

“Oh jadi Mbak manggil buat ini?” Tanya Mama dengan ketus
“Aku pikir kamu ingin jenguk Dinda, Dia lagi sakit” jelas Ibu
“Kamu juga kalau Cuma kayak gini jangan dibesar besarin. Dasar manja” Sindir Mama padaku. Matanya masih berkeliling seakan mengabsen isi kamarku. Jika aku ingat ingat Mama baru pertama kali masuk kea kamarku setelah bertahun tahun yang lalu saat aku kecelakaan.

“Dinda, Sayang… Ka..” Papa datang dengan tergesa gesa ke kamarku. Belum sempat ucapannya diselesaikan dia sudah terdiam dengan melihat hadirnya Mama dihadapan Papa
“Sayang kamu kenapa?” Papa menghampiriku tanpa memperdulikan Mama yang ada didekat pintu kamar.
“Ibu keluar dulu ya Din”
Mama dan Papa tidak saling menyahut. Papa masih sibuk denganku
“Sayang, tadi kenapa g sms papa?”
“Maaf Pa”
“Sekarang gimana? Udah makan?”
Aku mengangguk dan melemparkan seulas senyum padanya

“Dasar?!! Bermuka dua” Sindir Mama
Papa hanya diam saja dan masih tertap memperhatikanku
“Sayang, udah ke dokter?”
“Belum pa”
Aku melihat muka Mama semakin memancarkan kemarahannya
“Heh Tuan Andhika apakah anda tidak di ajari mina maaf?” Sindir Mama
“Iya Maafkan Aku” Jawab Papa tapi dengan tangan masih mengelus rambutku
Mama semakin menunjukkan amarahnya apalagi saat Papa memintaku untuk menginap di rumahnya.

“Sayang, Kamu tinggal di rumah Papa aj ya, Kalau disini khan g ada yang jaga”
Aku hanya diam.
“Apa apaan Kamu seenaknya aja main ambil anak orang?!!” Bentak Mama
“Dei juga Anakku Dewi”
“Tapi kamu g menbesarkannya. Kamu g ada selama ini.”
“Begitu juga kamu. Kamu membuangnya” Papa mulai berdiri berhadapan dengan Mama. Aku hanya dudu di ranjangku tanpa ikut campur perkataan mereka.
“Itu gara gara kamu. G akan aku biarkan kamu membawa pergi Dinda?!!”
“Kamu g punya hak untuk melarangku. Aku Papanya”
“Aku lebih berhak. Aku Mamanya”

“CUKUP ?!!! HENTIKAN ?!!! KELUAR?!!!” Jeritku. Aku g tahu apa yang mereka pikirkan. Dulu mereka membuangu kenapa sekarang berebutan. Dan itu bukan karena sayang, itu Cuma karena rasa ingin menang.

Kak Dhimas, Ayah dan Ibu datang gara gara mendengar jeritanku. Mama dan Papa juga diam bertengkar. Semua diam. Kak Dhimas menghampiriku. Dia memelukku, mengusap air mataku.
“Aku mohon… Hentikan semua ini. Aku Cuma ingin disini..”
Kepalaku terasa sangat berat. Pandanganku lama lama kabur dan aku pingsan dalam pelukan Kak Dhimas

***

“Dinda… Kau sudah baikan?” Tanya Ibu saat aku membuka mataku. Pagi ini sangat cerah tapi tidak untukku. Kemarin aku pingsan sampai 2x dalam sehari, dan sekarang Ibu harus menemaniku semalaman.
“Maaf ya Bu, Ibu jadi repot”
Ibu hanya tersenyum dengan senyum hangat yang menjadi khasnya
“G apa apa, Kamu udah baikan?”
Aku mengangguk..
“Bu… Kemarin Mama dan Papa gimana?”
“Kurang tahu, Kemarin Papa kamu langsung panggil dokter ketika kamu pingsan. Mama Dewi juga cemas liat kamu pingsan, apalagi Ayah. Mereka sayang sama kamu”
Aku tersenyum mendengar kata kata Ibu. Aku g tahu apa yang dikatakan Ibu itu benar atau tidak.

Kulihat sudah jam setengah 8, semua orang sudah pada kerjaannya masing masing. Hanya Ibu yang masih ada di sini.
“Din Ibu Buka pintu dulu ya, sekalian ambil sarapan buat kamu” Jelasnya setelah mendengar ada ketukan pintu dari luar. Aku masih g percaya dengan apa yang aku dengar dari Ibu bahwa Mama juga sayang Aku. Semoga aja apa yang dikatakan Mama benar.
“Din… ” Sapa seseorang sambil melangkahkan kakinya mendekatiku.
“Mama… ”
Aku seakan g percaya dengan apa yang kulihat. Mama datang menjengukku
“Gimana keadaan kamu”
Semakin aku dibuat percaya lagi dengan perkataanya. Dia menanyakan keadaanku. Padahal biasanya melihatku saja di g pernah apalagi menanyakan kabar.
“Udah agak baikan Ma” Jawabku

Mama mendekat padaku lalu duduk di ranjang. Aku hanya diam. Aku g tahu apa yang harus aku omongin sama dia, Mama juga diam. Aku melihat adanya keraguan dalam sorot matanya.
“Din…” Mama memulai membuka mulutnya untuk berbicara. Aku hanya menoleh padanya.
“Mama minta maaf” Ucapnya pelan
Apa? Dia minta maaf? Apa aku salah dengar. Mama yang g akan mungkin minta maaf, sekarang minta maaf padaku.
“Apa?” Tanyaku kembali
“Mama mau minta maaf atas semua kesalahan Mama sama kamu”
“Iya” Aku hanya bisa mengatakan itu. Mama tersenyum lega. Bukan senyum penuh amarah seperti biasa tapi senyum seorang Ibu, penuh kelembutan yang menentramkan hati.

“Dinda… Sarapan dulu” Ibu datang membawa nampan berisi sepiring nasi dan segelas susu putih untukku.
“Mbak, biar aku saja yang menyuapi Dinda” Mama beranjak mengambil nampan tadi, Aku jadi g mengerti tentang perubahan Mama yang sangat drastis dan Aku rasa Ibu juga begitu. Ibu menyerahkan nampan tersebut.
“Ya Udah, Ibu keluar dulu ya Din”

Mama mulai menyuapiku dan aku hanya menurut.
“Kemarin Maaf ya”
Aku hanya tersenyum kecil menanggapinya, Aku masih g tahu apa yang harus aku katakan
“Kemarin kita kekanak kanakan. Betul kata Papa kamu. Mama g punya Hak apapun atas kamu…” Aku masih diam
“… Mama g pernah merawatmu”
Perlahan lahan aku mulai merasakan kalau hatikupun ikut tersenyum mendengar Mama mengakui kesalahannya. Aku melihat Mama sedikit meneteskan air matanya tapi langsung Ia menyekanya dan tetap melanjutkan menyuapiku.
“… Mama tahu sebenarnya bukan kamu yang salah. Ini salah kami. Tapi…”
“… Setiap kali Mama melihatmu Mama meresakan kepahitan gara gara penghianatannya.”

Mama diam sebentar, agak tertunduk dan berhenti menyuapiku
“Kemarin Ayahmu cerita tentang kamu. Semua akhirnya menyadari kesalahan masing masing… ”
Aku terdianm mendengarkan cerita itu seksama
“… Mama minta maaf” Ucapnya

Tanpa aku sadar tanganku mulai menghapus air matannnya yang sudah jatuh.
“Aku juga minta maaf sudah benci sama Mama”
Mama meletakkan piringnya di meja dan langsung memelukku. Kami berdua menangis.

Baru ali ini aku merasakan pelukan Mama, Ini sudah lebih dari yang aku harapkan selama ini. Dari dulu aku berharap Mama menganggap aku sebagai anaknya.
“Mama sayang saas kamu Din…”
Aku juga sayang sama Mama, jawabku dalam hati

***

Hari ini aku kembali g masuk sekolah. Sudah 3 hari aku g masuk sekolah. Kata Ibu aku harus istirahat karena kata dokter tubuhku drop karena banyak pikiran. Dari kemarin Mama dan Papa selalu kesini walaupun g barengan sih. Mereka bilangn ingin lebih dekat dengan Aku.
“Dinda… Nick datang” Kata Ibu.
Aku langsung beranjak turun ke ruang tamu. Kulihat ada Nick yang masih memakai seragam sekolah duduk sambil memainkan Hpnya
“Nick.. ”
“Hi Din, Gimana? Udah sembuh?” Tanyanya sambil menyerahkan parsel buah padaku
“Thanks. Udah lumayan kok paling besuk udah masuk ssekolah lagi”
Aku dan Nick mengobrol seperti biasa. Nick juga g menyinggung soal Aldo, Erika ataupun tentang perasaanya padaku. Kami mengobrol biasa.
“Gue balik dulu ya, udah sore nih” Kata Nick sambil melihat jam tangannya yang ternyata sudah jam 4.

Setelah Nick pulang Aku kembali kekamarku. Sekilas aku melihat photo Aldo yang ad di meja kamarku. Aku mulai menangis. Aku berpikir apa memang aku harus menyeras tentang Aldo
“Tuhan… Aku harus gimana… aku menyerah tentang Aldo…”
Kusadaari Aku kembali menangis.

Lama sekali aku merenung dalam tangisanku. Aku mengusap air mataku lalu memberekan semua barang barangku yang berhubungan dengan Aldo. Aku kumpulkan semua poto potonya. Semua baju dan hadiah hadiah dariya aku masukkan kedalam kardus. Potonya aku bakar di depan rumah. Aku ingin menghilangkan Aldo dari pikiranku. Aku ingin memulai lagi dari awal. seperti Aku 3 tahun yang lalu saat belum mengenal Aldo.

***

Kehidupanku mulai berangsur angsur membaik. Dan g terasa udah 1 bulang sejak saat aku bilang ingin menyerah. Aku berusaha untuk tidak memikirkan Aldo kembali dan juga aku selalu berusaha meminta maaf kepada Erika tentang salah paham yang kami alami walaupun sampai saat ini juga g berhasil.

Mama sering kerumah menengokku, dia juga membawa anaknya yang bernama Reza yang masih SMP kelas 1 dan suaminya yang aku panggil Papa Andi. Dan untunglah kami sangat cocok satu sama lain. Papa Andi juga berusaha menganggap aku sebagai anaknya.

Disisi lain, Setiap pagi Papa menjemputku walaupun aku harus semobil dengan Raini tentunya juga dengan adiknya yang bernama Faiz. Dan tiap ada waktu luang Papa selalu mengajakku ke rumahnya, bertemu dengan Mama Anita, Mamanya Raini tentunya. Dia bisa menerimaku seperti halnya Faiz menerimaku sebagai kakak tirinya. Hanya Raini yang belum bisa menerimaku. Kami hampir hampir g pernah bicara satu sama lain.

Aku berusaha menyibukkan diri dengan membantu Ibu atau pergi main dengan Kak Dhimas, itu semua Aku lakukan agar aku tidak mengingat Aldo. Aku g ingin lagi merasakan sakitnya patah hati, cukup sekali bagiku.

Pagi ini seperti biasa Papa menjemputku tapi kali ini tidak dengan Raini, hanya ada Faiz yang ada dimobil. Aku selalu duduk belakang dengan Faiz, tidak seperti Raini, faiz orangnya mudah bergaul.
“Raini g ikut Pa?”
“Tadi dia berangkat sendiri jam 6an diantaar supir”
“Pagi bener, emang dia kemana?” Tanyaku
“Katanya ada tugas di sekolah”
Aku hanya meng’o’kan jawaban Papa.

Seperti biasa, Aku berjalan ke kelasku dengan santai, tapi entah perasaanku atau apa, aku merasakan semua orang berbisik bisik sambil memandangiku. Aku g tahu itu kenapa sampai akhirnya aku melihat bebrapa siswa bergerombol di depan madding sekolah
‘Ada apa sih’ Pkirku dalam hati
Aku berjalan menuju kerumunan itu. Ternyata mereka semmua sedang membaca madding
CONGRATULATION

Adinda Mutiara Aviani

Selamat ya sudah menemukan papa kandung Loe. Jadi paling g kamu udah bukan ANAK HARAM lagi. Aku kasih saran deh janan jadi cewek murahan ya

‘Kenapa?’ Pikirku, aku langsung saja menyobek kertas madding itu. Semua kerumunan orang melihatku. Ada juga yang berbisik ‘dasar Anak haram?!1’. Aku berlari untuk keluar sekolah. Rasanya air mataku sudah g terbendung lagi. Aku g memikirkan apa kata mereka dan Aku terus berlari sampai akhirnya aku harus jatuh karena menubruk seorang cowok. Aku menegadahkan wajahku saat Dia memanggilku
“Dinda … ”
“Nick?”
“Loe mau kemana?”Tanyanya dan aku langsung menghapus air mataku
“Bukan urusan Loe” Jawabku ketus
Aku langung berusaha berdiri dan meninggalkan Nick, tapi ternyata Nick sudah menarik tanganku untuk mendekatinya
“Loe kenapa? Mau melarikan diri lagi?”
“Bukan urusan Loe” Jawabku ketus
“Gue peduli Din sama Loe”
“Terserah Loe mau bilang apa, gue g peduli. Gue bukan Loe Nick yang cuek. Gue cewek”
“Kita ke kelas loe sekarang” Pintanya saat terdengar bel masuk sekolah.
Nick menarikku mrenuju kelasku. Dia tak pedulli dengan pandangan orang orang yang aneh melihat kami.
“Din.. Jangan pikirin mereka. Bukan salah kamu kalau kamu anak haram” Jelasnya saat kita ada di depan ruang kelasku.
“Oke, Gue ke kelas dulu ya. Istirahat Gue kesini”
Aku hanya tersenyum ringan pada Nick dan masuk ke kelas. Guru memang belum datang jadi kelas masih ramai. Aku sedikit menengar semua orang berbisik bisik melihatku. Aku berjalan kearah bangkuku yang berada di belakan Erika terpisah 1 meja.
“Dasar anak haram” Sindir Erika dingin
Aku g menyangka Erika berkata seperti itu. Apa dia yang memasang tulisan itu di mading? Aku semakin sedih jika memikirkan itu

Pulang sekolah Aku kembali bertengkar dengan Erika
“Hei Anak haram”Panggilnya saat aku lewat disampingnya. Aku g menoleh dan langsung berjalan sampai akhirnya aku harus jatuh karena tersandung kaki.
“Gimana surprisenya? Itu Gue dan Raini lho yang buat”
Apa? Mereka yang buat? Kenapa mereka bisa sejahat itu sama aku
“Rik.. Gue mohon.. hentikan semua ini… Emang Gue salah apa sama Loe?”
“Salah apa? ”
“Okey Kalau Gue salah Gue minta maaf. Tapi jangan kayak gini”
“Gampang ya, Loe minta maaf”
Aku terdiam. Kami masih berhadap hadapan. Erika sudah memancarkan aura kemarahan yang sangat besar. Aku hanya pasrah. Aku bertekat aku memang harus meminta maaf dan menjelaskan kesalahpahamanku selama ini dengannya

“Loe tahu Din, gue Cinta sama Nick tapi Loe ngrebut Nick dari Gue”
“gue g ngrebut dia Rik… Kita g ada apa apa” Aku memegang tangan Erika tapi secepat kilat dia menghempaskannya.
“Terserah”
Erika langsung pergi meninggalkanku. Dia berlari. Aku ingin mengejarnya.. Tapi ternyata kepalaku tiba tiba terasa pusing dan aku hanya bisa berlari pela pelan untuk mengejarnya
“ERIKA ?!! Tunggu.”
Erika g menoleh dia hanya berjalan dengan cepat.

“ERIKA ?!! Please Gue mohon berhenti”
Aku kembali berusaha berlari mengejar Erika. Aku harus menyelesaikannya hari ini juga pikirku.
Aku berlari sambil berteiak memenggil Erika yang berlari cepat. Semua nak anak sekolah melihat keadaanku. Banyak anak anak yang berbisik bisik melihatku mengejar Erika.

Aku masih harus berlari sampai akhirnya Aku hrus terpeleset di tangga sekolah. Tangga yang masih tersisa 6 anak tangga dari bawah.
“AAaaaaaa ”
Aku tergelincir sampai kebawah dan tak sadarkan diri





















LAST CHAPTER

Sekolah jam 14.00
“KYyaaa” Murid murid cewek langsung berteriak ketika melihat Dinda tergeletak di lantai dekat tangga
“Dinda?!!!” Erika berlari mendekat kea rah dinda yang masih tergeletak dengan darah yang mengalir disekitar kepalanya.

Semua anak mengelilinya. Anak cewek menjerit jerit tidak karuan takut jika Dinda meninggal
“Dinda?!!!” Erika menengis terduduk disamping tubuh Dinda yang terbujur lemah. Erika tak berani memeganggnya
“TOLONG PANGGIL AMBULANCE ??!!! AKUMOHON CEPAT?!!!” Teriaknya berulang kali. Seorang cowok berkacamatapun langsung meraih HPnya dan menelepon Ambulance. Tak berapa lama Seluruh Guru datang di tempat kejadian.

“Dinda?” Nick datang bersamaan dengan datangnya para petugas Rumah sakit yang membawa tandu untuk menggotong Dinda ke Ambulance..
“Erika? Dinda kenapa?” Tanya Nick setelah melihat Dinda dibawa ke Ambulance.
“Hiks.. hiks…” Erika masih menangis. Nick hanya bisa merengkuhnya dalam diam sampai akhirnya Erika jatuh karena pingsan.

Rumah sakit jam 14.30
Semua keluarga dinda btelihat cemas di depan ruang operasi. Mereka langsung diberitahu oleh pihak sekolah tntang kejadian kecalakaan yang Dialami Dinda.
“Bu.. Jangan nangis terus” Kata Kak Ayu sambil menyandarkan kepala Ibu di dadanya. Ibu masih terus menangis. Dia yang paling g bisa menerima semua ini. Ada Kak Dhimas juga yang harus bolos kuliqah demi menunggu Dinda di operasi.

Papa dan Mama Anita, Papa Andi dan Mama juga ikut datang menunggu jalannya operasi. Juga ada Nick yang terlihat sangat cemas dan Erika yang masih terus menangis sesenggukan
“Nick.. Ini salah Gue… Ini gara gara Gue Hiks hiks hiks” Erika terus saja menyebut dirinya yang bersalah atas kejadian ini. Nick hanya bisa memeluknya. Entah knapa Nick bisa juga bersikap lembut pada Erika, Dia merasa kasihan pada Erika
“Rik, ini kecelakaan bukan Loe yang salah”

Kediaman Raini jam 15.00
Raini menjatuhkan tubuhnya ke kasurnya dengan wajah yang cemas.
“Gimana kalau Dinda mati… Bukan Aku yang bunuh.. Bukan”
Raini masih berusaha tetap menganggap dirinya tidak bersalah dengan apa yang terjadi pada Dinda. Tapi ketakutan itu tib tiba datang, Raini termakan oleh perasaannya sendiri yang merasa bersalah
“Gue buka pembunuh?!!!”
“HENTIKAN… BUKAN SALAH GUE Hiks Hiks”
“Hiks.. Hiks… Aku hanya menyenggolnya saat dia berlari, Aku Hiks g bermaksud membunuhnya Hiks… Aku bukan pembunuh… Hiks…”
Raini masih saja terhasut oleh pikirannya sendiri.
“Kak aku masuk ya?” Sapa Faiz dari luar
“AAAa”
“Kenapa sih masuk sembarangan?”Bentak Raini
“Maaf, Aku pikir Kak Dinda Kesini”
“Pergi sana, dia g ada disini” Katanya sambil melempar bantar kea rah pintu dan tepat mengenai muka Faiz

“Bukan aku yang salah”

Rumah Sakit jam 16.00
Keadaan masih sama seperti 1 jam yang lalu, Semua masigh dengan cma menunggu jalannya operasi.

Semua Berdiri saat Dokter keluar dari ruang Operasi
“Dokter, bagaimana?” Tanya Papa
“Operasi berjalan dengan lancer, Kita hanya tinggal menunggu dan berdoa atas kesembuhannya saja. Untuk sekarang ini, Pasien akan di pindahkan ke ruang rawat”
“Terima kasih”

“Oh ya sebaiknya kalian pulang saja, Ini sudah sore” Kata Ibu pda Nick dan Erika yang masih menangis
“Tapi tante Hiks.. ini salah saya… Saya harus minta maaf sama Dinda”
“Ini bukan salah kamu, Ini kecelakaan. Besuk kalian kesini lagi saja. Lagipula Dinda juga butuh Istirahat” Jelas Ibu

Rumah Erika jam 17.00
Erika masih sibuk memencet mencet HPnya
‘Maaf Nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif atau sedang berada diluar jangkauan area’
“Aduh Aldo dimana sih” Keluhnya
Kembali Erika memencet HPnya dan menelepon nomor yang sama dan mendapat jawaban yang sama pula.

Kampus jam 10.00
“Dhim, kemaren Loe bolos kuliah terakhir ya?” Tanya Fani Pacar Dhimas yang juga satu angkatan dengannya
Dhimas hanya mengangguk dan masih menandatangani kerjaannya di HM
“Kenapa?”
“Adik Gue masuk rumash sakit” Jelasnya, dan secara g sengaja terdengar oleh Aldo. Aldo langsung saja menghampiri Dhimas yang masih sibuk dengan kertas kertasnya
“Kak? Tadi Kakak ngomong apa? Dinda Kenapa? ” Tanyanya dengan wajah yang penuh cemas. Dhimas hanya ttap menunduk dan tetap melanjutkan kerjaannya. Sejak kejadian Dinda pingsan di kampus. Dhimas sudah sangat benci dengan Aldo dan g pernah bicara lagi dengan Aldo.
“Kak Aku mohon.. Dinda sekarang ada dimana?”
“Bukan urusan Loe”
“Tapi Kak ini Urusan Gue juga”
“Ingat ya Al, Gue g bakal biarin Loe nyakitin Dinda lagi. Udah cukup Al”
Bujukan Aldo sia sia yang ada Dhimas semakin marah marah
“Fan, Gue pulang dulu ya. Gue mau ke rumah sakit”
“Gue ikut dong”
Dhimas hanya tersenyum
“Besok aja Gue jemput kalau loe mau kesana. Dinda juga belum sadar kok”
Dhimas brjalan pergi di ikuti Aldo di belakangnya.
“Kak Aku mohon, dinda di mana?”
“Gue bilang bukan urusan Loe”
Dhimas memacu motornya kencang selagi Aldo masih sibuk memutar mobilnya.

***

Rumah sakit jam 07.00

2 Hari Berlalu sedak Operasi itu, dinda mengalami gegar otak yang cukup parah dan sampai saat ini masih belum sadarkan diri, Bergantian Orang tuanya menjaganya. Kali ini giliran Kak Dhimas dan Ibu yang menjaga Dinda.
“Dhim, Ibu pergi cari makan dulu ya”
“Iya Bu”

“Aldo…” Dinda mengigau dalam tidurnya. Perlahan air matanya menetes
“Din.. kamu sudah sadar?” Tanya Dhimas saat dikiranya Dinda sudah sadar. Tapi kekecewaan langsung datang keteka mengetahui bahwa Dinda masih tertidur.
“Aldo…”
‘Kenapa kamu masih ingat Aldo, bahkan dalam tidurpun kamu ingat dia’
Dhimas hanya diam sambil menghapus air mata dinda yang terus mengalir, Bibirnya masih memanggil nama Aldo. Dan semakin Basah pipinya karena di tetesi air mata.
Berjam jam berlalu dari kejadian itu, Dinda masih tertidur, dhimas hanya menjaganya sambil menonton TV sampai akhirnya tersadarkan dengan suara Dinda.
“Air.. ” Dinda mulai sadar membuka matanya
Dhimas langsung saja mengalihkan pandangannya ke arah Dinda dan mengambilkan adiknya air
“Kak Dhimas… Papa… Mama… Aku kenapa?” Tanyanya lemah
“Kamu jatuh kemarin” Jawab Kak Dhimas sambil meminumkan air putih pada Dinda.
Dinda masih bingung dengan jawaban Kakaknya
“Aww kepalaku sakit” Rintihnya
“Bentar ya Kakak panggilkan dokter”
Dhimas segera memanggilkan dokter dan tak lama setelah itu dokterpun langsung memeriksa keadaan Dinda

“Gimana dok?” Tanya papa
“Udah lebih baik, hanya perlu pemulihan saja”
Selesai memeriksa Dokter itu kembali keluar. Sekarang hanya ada Papa dan Mama Anita juga Kak Dhimas
“Dhim, Kamu sebaiknya pulang aja. Ntar kasih tau Orang rumah juga jangan lupa kasih tau Tante Dewi” Pinta Papa
“Iya Om, Sekalian mau ambil baju ganti buat Dinda”

“Din, Kakak pulang dulu ya”
Dinda hanya tersenyum.

Rumah Erika jam 17.00
“Permisi” Sapa seorang cowok dari lua
“Iya sebentar” Ucap seorang perempuan dari dalam
Tak berapa lama permpuan paruh baya itu membukakan pintu untuk tamunya itu
“Maaf, Tuan mencari siapa?” Tanmya perempuan paruh baya itu
“Bi, Erika ada?”
“Maaf, Nona Erika sedang keluar dengan Nyonya. Silahkan menunggu didalam Tuan”
“Ah g usah terimakasih, saya permisi dulu”
“Oh iya, apa ada pesan”
“Bilang saja tadi Aldo kemari ya Bi, Permisi”


Kediaman Aldo jam 19.00
“Al, tadi loe kerumah gue kenapa?” Tanya Erika sesaat setelah meneguk orange juicenya
“Gue mau tanya keadaan Dinda sama Loe, Gimana dia sekarang”
“Gue g tahu terakhir Gue kesana kemarin, dia masih lemah belum sadar. Oh ya Nomor loe g aktif ya?”
“Aktif kok, Cuma mungkin lagi lowbath aj kali. Dia baik baik aja khan tapi”
Rasa cemas mulai menggelayuti diri Aldo, Tapi semua itu hilang berkat atu anggukan dari Erika yang artinya Dinda baik baik saja.

“Al gue mau minta maaf sama loe, sam Dinda juga sih”
Aldo hanya diam g mengerti maksuudnya
“Sebeanarnya, Dinda bukan seperti yang loe pikir.”
“Gue g ngerti”
“Gue yang nyuruh Dinda deketin Nick. Gue Cuma mau minta bantuan Dinda buat nyelidiki Nick. Dinda g salah. Dia g selingkuh seperti yang kamu bayangkan”
Aldo terdiam, Rasanya sepertiada sebuah bongkahan batu besar yang menghantam kepalanya
“Jadi?”
“Al.. Gue mohon maafin Gue”
“Semua udah terlanjur Rik, Dinda juga pasti uda benci Gue”
“Loe salah Al, Dinda g mungkin bnci loe, Dia sayang sama loe”

Akhirnya Aldopun tahu kebenaran yang tersembunyi selama ini. Dia merasa bersalah dengan Dinda karena mengadilinya secara sepihak. Aldo bertekat akan meminta maaf dan memperbaiki semuanya

***

Rumah sakit jam 19.00

“Hahahahhha” Tawa Dinda saat mendengarkan lelucon dari Kakaknya.
“Dhim, berhenti ah nglucunya, kasian Dinda kalau kebanyakan ketawa dia khan capek” Tegur Kak Ayu yang masih ada di situ
“Iya Kak”
“G apa apa kok Kak, Kan seru kalau rame” Jawab Dinda
Semua orang datang kesini bergantian, Tadi Papa dan Keluarganya, lalu Mama dan keluarganya. Semua menjenguk dinda. Setiap hari Nick dan Erika juga datang kemari

“Oh ya hari ini siapa yang jaga?” Tanya Kak Ayu
“Biar Ibu saja”
“G usah biar Ayah saja, tadi pagi khan Ibu sudah jaga”
“Yah, biar aku aja. Besok aku g ada kuliah kok” Jawab dhimas
“Ya udah.”
“Maaf Ya Kakak g bisa ikut, soalnya Farrel masih kecil”Pinta Kak Ayu
Mereka hanya tersenyum

Saat jam berkunjung sudah habis mereka semua pulang dan tingal Dhimas dan Dinda yang ada di sana.
“Din… Kakak mau tanya sesuatu sama kamu”
“Apa Kak?”
“Sekarang, gimana perasaan kamu sama Aldo, kamu masih cinta sama Dia?”
Dinda hanya diam, tapi dalam hatinya sangat kalut. Rasanya jika mendengar nama Aldo, air matanya akan menetes. Sebesar itu rasa cinta Dinda untk Aldo
“Annn…”
“G usah di jawab, Kakak udah tau kok jawabannya”
Dhimas tersenyum.
“Sebaiknya kamu tidur ya, udah malem”
Dinda tersenyum dan menuruti perintah Kakaknya. Dia merebahkan dirinya di kasurr pasien. Dhimas membantunya menyelimutinya.

Tak berapa lama setelah itu Dindapun tertidur. Dhimas masih ask menonton TV sampai tengah malam.
“Al… Aldo…”
Dhimas tersadar dengan suara panggilan yang ternyata berasal dari bibir Dinda. Seperti tadi, Dinda masih mengigau memanggil nama Aldo, Air matanyapun kembali menetes. Dhimas hanya bisa memandanginya dan mengusap kembali air mata itu.

***

Rumah sakit jam 08.00
“Halo, Kak Dhimas”
“Al, Loe dimana? Gue perlu bicara sama loe”
“Aku di rumah Kak, ada apa?”
“Gue tunggu loe d Restoran RS X 1jam lagi”
“Ada apa sih kak?”
Dhimas langsung saja menutup teleponnya
“Kak, tadi telpon siapa?” Tanya Dinda heran
“Fani”
Dhimas hanya diam saja setelah itu, dan mulai menyuapi Dinda untuk sarapan.

Tak lama seteah itu Mama dan Mama anitapun datang, Mereka sangat kompak dalam menjaga dinda
“Din, Kakak keluar makan dulu ya. Tante mau pesan apa?”
“G, Makasih Dhim”

Restoran RS jam 09.05
“Al..” Panggil Dhimas
“Kak ada apa? Dinda disini khan?”
“Gue nyerah. Gue g bisa jauhin loe dari Dinda.”
“Maksud Kakak?”
“Temui dinda sekarang di ruang Anggrek nomer 16”
“Kak?”
“Jangan sampai Gue berubah pikiran”
“Makasih ya Kak”
Aldo langsung saja berlari menuju ruang yang disebutkan tadi. Perasaannya meluap luap

“Permisi”Sapa Aldo dari luar
Mama langsung membuka pintu untuk Aldo.
“Aldo?”
“Siapa Ma … ” Tanya Dinda. Suaranya langsung melemah begitu melihat sesosok pemuda jangkung yang berjalan dibelakang Mamanya.
“Aldo…”
“Din Mama dan Mama Anita keluar dulu ya”

























EPILOGUE

Dinda masih tercaengang dengan apa yang dilihat mata kepalanya
“Ngapain kesini?”
“Din… Gue mau minta maaf”
Aku masih terdiam, Aku g mengerti dengan apa yang kulihat sekarang ini. Aldo ada disini? Aldo menjengukku? Dia meminta maaf? Aku semakin g mengerti dengan apa yang aku alami sekarang ini, tapi yang pasti hatiku takkan bisa dibohongi, Aku bahagia, Tanpa terasa aku langsung saja meneteskan air mataku, Aku kangen sama dia.

Aldo berjalan mendekat kearahku, wajahnya sendu tapi lembut penuh kasih, g ada bedanya dengan Aldo dua bulan yang lalu
“Jangan nangis…” Kaatanya sambil mengusap aairmataku. Aku masih saja terdiam, masih mencerna apa yang aku alami saaat ini
“Dinda.. Aku minta maaf… Aku baru tahu kalau ternyata aku salah.. ”

“Kemarin Erika cerita yang sebenarnya tentang apa yang terjadi.”
Aldo masih diam, Dia duduk di kursi dekat ranjang. Aku bisa melihat wajahnya yang mnunguku berbicara, tapi seberapapun aku ingin bicara, lidahku terasa kelu.
“Jadi… Loe mau g balikan lagi sama Gue”
“Gue g tahu… ” Akhirnya Aku bisa juga berbicara.
Aldo tercengang dengan jawabanku
“Aku… Aku takut terluka lagi… rasanya sakit Al…”
Aldo terdiam, mungkin sedang memikirkan kata kata apa yang harus dia ucapkan untuk meyakinkanku
“Din… Gue tahu Gue salah, Gue g ngasih loe kesempatan buat ngejelasin semua. Tapi Gue janji Gue g akan egois lagi. Gue cinta loe Din”Jelasnya

“Loe g sayang lagi sama Gue? Gue ingin kita balikan lagi kayak dulu”
“Gue sayang Al sama Loe” Aku kembali meneeskan air mataku.
Ternyata hatiku yang menang, Hatiku mengalahkan akalsehatku untuk menyudahi hubungan ini. Rasa sayangku pada Aldo g sia sia.

Aldo mengusap airmataku kembali, Aku meraihnya dan memeluknya.
“Gue cinta loe” Bisikku dalam pelukannya
“Gue juga Din, Gue janji akan berubah… Gue akan selalu sayang sama loe”
Aldo melepaskan pelukannya lalu mencium keningku, Dia tersenyum begitu juga denganku.

***

Aku sangat senang, karena semua masalah yang aku lalui berangsur sngsur terselesaikan.
“Din, Mama dan Mama Anita ke mall dulu ya, nanti kalau ada apa apa kamu telp aj”
“Oke”
“Oh ya Al, Tolong jagain Dinda ya”
“Beres tante”
Akhirnya hanya ada Aku dan aldo dikamar ini

“Oh ya Din Loe uda baikan sama Mama Loe?”
Aku hanya tersenyum
“Lalu Mama Anita itu siapa?”
“Mama tiri Gue, Istri Papa”
Kami mulai dengan percakapan ringan, tentang keluargaku yang mulai membaik. Semua aku ceritakan ke Aldo, begitu juga seblaiknya. Ternyata banyak sekali hal yang terjadi saat kami berpisah

“Al… Kita jadian lagi khan?”
“Iyalah, Kenapa kamu Tanya gitu?”
“Abisnya… Loe khan… jarang panggil Gue Dinda”
Aldo hanya tersenyum
“Iya.. sayang.. ”
Aku kembali tersenyum

Tak berapa lama setelah kejadian itu Nick dan Erika datang.
“Erika…”
Aku jadi bingung apa yang harus aku katakana sama Erika. Aku belum sempat meminta maaf sama dia. Tapia pa dia udah memaafkanku? Buktinya saja Erika menjelaskan tentang kebenaran itu pada Aldo
“Sayang, Gue keluar dulu ya, Yuk Nick”
Akhirnya Aldo dan nick pergi meninggalkan kami berdua, aku jadi g tahu harus mulai dari mana ngomongnya
“Din… Maafin Gue Ya… Gara gara Gue Loe jadi kayak gini”
“Bukan salah Loe kok ini kecalakaan, Gue juga minta maaf masalah Nick.”
“G ada yang perlu di maafin kok Din, Itu juga bukan salah loe kalau akhirnya Nick jadi cinta loe, Gue yang kekanak kanakan. Maafin gue ya”

Aku memeluk Erika, Kita berpelukan
“Thanks Ya Rik”
“Sama sama, Kita sahabatan lagi khan”
“Tentu aja”

Akhirnya Masalah dengan Erika juga terselesaikan, Aldo dan Nick yang ada diluar pun juga ikut masuk, Kami bercanda ber4. Udah lama aku g ngrasain bahagia seperti ini Mereka teman teman yang berharga buatku, Mereka telah kembali

Tak berselang setelah Itu Para Mama pulang tapi anehnya disana ada Raini, Mau apa dia kemari?. Raini datang bersama Mama Anita, Anehnya dalam wajahnya g ada kemarahan sedikitpun, wajahnya penuh kesedihan
“Din.. Gue mau ngomong sama Loe”
“Ada apa?” Jawabku masih dengan Aldo yang ada di sampingku
“Gue mau minta maaf…”
Aku kembali terdiam
“gue mau jujur, Kemarin Gue sempat nyenggol loe saat loe lari di tangga.. Gue minta maaf ”

Semua tediam setelah mendengar ucapan dari Raini, Kami terdiam sampai akhirnya terdengar sebuah tamparan lalu suara tangis yang tertahan
“Mama g pernah ngajarin kamu untuk berbuat jahat. Kamu kenapa?”
”Maaf Ma”
“Jangan minta maaf ke Mama,Minta maaf sama Dinda, Mama malu punya anak seperti kamu”
Mama Anita sudah tidak bisa menahan amarahnya, Dia juga menangis, tak menyangka Raini akan berbuat seperti itu
“Kenapa kamu lakukan itu?” Tanya Mama Anita kembali. Kami semua terdiam dalam ruang pasien, hanya ada suata tangis Mama Anita dan Raini, juga suara mereka sesekali saat berbicara. Aku hanya bisa memegang lengan Aldo kuat kuat.

“Aku g mau Papa pergi” jawabnya
“Loe g perlu takut. Papa Andhika juga Papa Loe kok” Jawabku
“Tapi dia lebih sayang sama Loe” Jawabnya meninggi diiringi dengan suara tangis yang tertahan, wajahnya sudah penuh dengan air mata
“Loe salah, Papa begitu hanya karena kita udah lama g ketemu. Dan ini pertama kalinya”
Kami semua terdiam, Nick dan Erika juga terdiam walaupun masih ada disitu

“Maaf…”
Aku hanya tersenyum.
“Lagipula Gue jatuh bukan gara gara Loe, ataupun Erika. Kemarin gue sedang sakit waktu itu. Udahlah g usah dipirkan lagi”

“Kita sema emang pernah salah, Kita manusia” Jelas Nick memecah kebuntuan.
“Tumben banget Loe bisa bijaksana kayak gini” Sindir Erika
Nick hanya tersenyum dan diiringi tawa dari kami semua.

***

2 Hari kemudian aku keluar dari rumah sakit walaupun kepalaku masih harus diperban dan kadang kadang terasa pening. Aldo dan Kak Dhimas yang menjemputku.
“Sayang, Loe g apa apa khan?” Tanya Aldo saat masih di mobilnya
“G apa apa kok” Jawabku sambil mengusap pipi kirinya.
“Woi, pacaran jangan di mobil” Sindir Kak Dhimas yang duduk di jok belakan mobil. Aku dan Aldo hanya tersenyum menanggapinya.

Hari ini kata Ibu, Aku harus ke rumah Papa yang rencananya Kita akan pesta barbeque disana nanti malam. Kita semua langsung menuju kesana. Saat sampai ternyata sudah ada semua orang disana. Papa dan Keluarganya, Mama dan keluargnya, Ayah,Ibu, Kak Ayu dan keluarganya, Nick dan Erika, juga ada Fani pacar Kak Dhimas. Kami menghabiskan malam bersama sama dengan yang lain

1 Bulan Kemudian

Keadaan kami semua sudah mulai membaik, Sikap Aldo juga menunjukkan bahwa dia semakin mencintaiku. Aku percaya Aldo, begitu pula sebaliknya dan aku bejanji g akan mengulangi kesalahanku yang sampai menyebabkan kita putus.

Aku, Raini dan juga Erika kini berteman akrab. Raini dan Erika sekarang sudah semakin dewasa, mereka tak lagi berebut Nick. Raini sudah menyerah tentang Nick. ‘Kurasa dulu itu, Gue Cuma kagum sama Dia’, begitu sih katanya. Raini sekarang pacaran dengan Doni, teman 1 angkatan Kak Dhimas. Mereka ketemu di Rumah, Raini dan Erika sering ke rumah, sdangkan Kak Doni juga sering nongkrong bareng Kak Dhimas.
Erika juga hanya bilang ‘Gue slow down aja deh, takutnya ntar kalau Gue cepet cepet Nicknya malah kabur’. Erika dan Nick jufga masih jomlo, tapi anehnya Nick dia kesepian g dikejar kejar Erika, ‘din, kok jadi sepi gini ya, emang Erika udah g naksir Gue lagi ya?’. Nah bingung khan dengan hubungan mereka.

Hubunganku dengan orang tua kandungku pun mulai membaik. Masalah kepengasuhan akhirnya mereka memutuskan jika aku akan nomaden, 1 minggu dirumah Papa, 1 minggu dirumah Mama dan 1 mingu dirumah Ibu, begitu seterusnya. Kadang Aldo harus sms dulu jika sudah lama g menjemputku ‘Sayang, Sekarang dimana?’. Begitulah kehidupanku sekarang.

THE END